Kamis, 09 Juli 2009

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2009
TENTANG
IMPLEMENTASI PRINSIP DAN STANDAR HAK ASASI MANUSIA DALAM
PENYELENGGARAAN TUGAS KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat
negara yang bertugas dan berfungsi untuk memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat;
b. bahwa sebagai alat negara, Kepolisian Negara Republik
Indonesia juga mempunyai kewajiban untuk menghormati,
melindungi, dan menegakkan hak asasi manusia dalam
menjalankan tugas dan fungsinya;
c. bahwa agar seluruh jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia
dapat menghormati, melindungi, dan menegakkan hak asasi
manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya, diperlukan
pedoman tentang implementasi prinsip dan standar hak asasi
manusia dalam pelaksanaan fungsi dan tugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Implementasi
Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan
Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Mengingat
: 1. Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang …..
2
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan
Ratifikasi Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Wanita (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3277);
4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan
Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau
Merendahkan Martabat Manusia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3983);
6. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di muka umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 181, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3789);
7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Ratifikasi
Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 83, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3852);
8. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886);
9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 208, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4026);
10. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4168);
11. Undang-Undang …..
3
11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4235);
12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4419);
13. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4557);
14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);
15. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4635);
16. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4720);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara
Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4171);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Tata Cara
Pemberian Kompesasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Terhadap
Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4172);
19. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan
Konvensi tentang Hak-hak Anak;
MEMUTUSKAN …..
4
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TENTANG IMPLEMENTASI PRINSIP DAN STANDAR
HAK ASASI MANUSIA DALAM PENYELENGGARAAN TUGAS
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disingkat HAM adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi,
dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
2. HAM bagi penegak hukum adalah prinsip dan standar HAM yang berlaku secara
universal bagi semua petugas penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya.
3. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Polri adalah alat
negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam
negeri.
4. Anggota adalah anggota Polri termasuk pegawai negeri pada Polri.
5. Petugas yang selanjutnya disebut Petugas Polri adalah anggota Polri yang sedang
melaksanakan tugas kepolisian.
6. Etika Pelayanan adalah nilai-nilai yang mendasari pemberian pelayanan dan
perlindungan oleh polisi sebagai penegak hukum kepada semua warga
masyarakat.
7. Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan/atau
mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undangundang,
dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku.
8. Ketentuan .....
5
8. Ketentuan Berperilaku (Code of Conduct) adalah pedoman berperilaku bagi
petugas penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya agar sesuai dengan
ketentuan tertulis maupun yang tidak tertulis yang diberlakukan oleh kesatuannya.
9. Kekuatan adalah segala daya dan kemampuan kepolisian berupa kemampuan
profesional perorangan/unit dan peralatan Polri yang dapat digunakan untuk
melakukan tindakan yang bersifat pemaksaan dalam rangka pelaksanaan tugas
kepolisian sesuai ketentuan yang berlaku.
10. Kekerasan adalah segala tindakan atau ancaman yang mengakibatkan hilangnya
nyawa, cedera fisik, psikologis, seksual atau ekonomi.
11. Penggunaan Kekuatan adalah segala penggunaan/pengerahan daya, potensi atau
kemampuan anggota Polri dalam rangka melaksanakan tindakan kepolisian.
12. Upaya paksa adalah tindakan kepolisian yang bersifat memaksa atau membatasi
HAM yang diatur di dalam hukum acara pidana dalam rangka penyidikan perkara
13. Senjata adalah segala jenis peralatan standar kepolisian yang dapat digunakan
oleh petugas Polri untuk melaksanakan tugasnya guna melakukan upaya paksa
melalui tindakan melumpuhkan, menghentikan, menghambat tindakan seseorang/
sekelompok orang.
14. Budaya Lokal adalah adat, tradisi, kebiasaan atau tata nilai yang masih kuat dianut
oleh masyarakat setempat dalam rangka memelihara keamanan, ketertiban dan
ketenteraman di lingkungan warga masyarakat setempat.
15. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang
diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
16. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara
waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna
kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
17. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh
penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
18. Ketertiban Masyarakat adalah suatu keadaan atau situasi yang terdapat
keteraturan sesuai dengan aturan yang berlaku, yang menimbulkan rasa aman
dan bebas dari kecemasan terhadap gangguan.
19. Korban Langsung adalah orang yang menjadi objek suatu kejahatan karena
diserang, dirampok, diperkosa, dibunuh atau dengan tindakan lain.
20. Korban .....
6
20. Korban Tidak Langsung adalah anggota keluarga atau kerabat dekat korban yang
menderita akibat kejahatan yang terjadi.
21. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
22. Penggeledahan Tempat/Rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah
tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan
dan/atau penyitaan dan/atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang.
23. Penggeledahan Badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan
badan dan/atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada
pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita.
24. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau
menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan dan peradilan.
25. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan.
Pasal 2
(1) Maksud dari Peraturan ini adalah:
a. sebagai pedoman dasar implementasi prinsip dan standar hak asasi
manusia dalam setiap penyelenggaraan tugas Polri; dan
b. menjelaskan prinsip-prinsip dasar HAM agar mudah dipahami oleh seluruh
anggota Polri dari tingkat terendah sampai yang tertinggi dalam
pelaksanaan tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia.
(2) Tujuan dari Peraturan ini adalah:
a. untuk menjamin pemahaman prinsip dasar HAM oleh seluruh jajaran Polri
agar dalam melaksanakan tugasnya senantiasa memperhatikan prinsipprinsip
HAM;
b. untuk memastikan adanya perubahan dalam pola berpikir, bersikap, dan
bertindak sesuai dengan prinsip dasar HAM;
c. untuk …..
7
c. untuk memastikan penerapan prinsip dan standar HAM dalam segala
pelaksanaan tugas Polri, sehingga setiap anggota Polri tidak ragu-ragu
dalam melakukan tindakan; dan
d. untuk dijadikan pedoman dalam perumusan kebijakan Polri agar selalu
mendasari prinsip dan standar HAM.
Pasal 3
Prinsip-prinsip perlindungan HAM, meliputi:
a. perlindungan minimal;
b. melekat pada manusia;
c. saling terkait;
d. tidak dapat dipisahkan;
e. tidak dapat dibagi;
f. universal;
g. fundamental;
h. keadilan;
i. kesetaraan/persamaan hak;
j. kebebasan;
k. non-diskriminasi; dan
l. perlakuan khusus bagi kelompok yang memiliki kebutuhan khusus (affirmative
action).
Pasal 4
Konsep dasar perlindungan HAM, antara lain:
a. semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang
sama, mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama
lain dalam persaudaraan;
b. setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam
instrumen HAM internasional maupun nasional dengan tidak ada pengecualian
apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik
atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik,
kelahiran ataupun kedudukan lain;
c. pembatasan terhadap hak-hak asasi manusia yang lainnya hanya dapat dibatasi
berdasarkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis;
d. perlindungan …..
8
d. perlindungan (to protect), pemajuan (to promote), penghormatan (to respect), dan
pemenuhan (to fulfil) HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah;
e. setiap orang berhak untuk mendapatkan pengakuan, perlindungan, penghormatan
dan pemenuhan HAM yang dimilikinya;
f. HAM merupakan landasan prinsip keadilan sebagai jembatan menuju perilaku
beradab yang diciptakan dan diakui oleh masyarakat dunia;
g. HAM telah dikodifikasi dalam hukum internasional dan diakui oleh Pengadilan
Internasional dan menjadi bagian dari undang-undang dan kebijakan negara di
dunia;
h. HAM tidak membedakan ras, etnik, ideologi, budaya/agama/keyakinan, falsafah,
status sosial, dan jenis kelamin/orientasi seksual, melainkan mengutamakan
komitmen untuk saling menghormati untuk menciptakan dunia yang beradab; dan
i. HAM untuk semua orang “di seluruh dunia,” baik yang lemah maupun yang kuat,
untuk memberi pembenaran terhadap kebutuhan dan aspirasi manusia dan oleh
karenanya berada di atas kepentingan semua golongan.
BAB II
INSTRUMEN PERLINDUNGAN HAM
Pasal 5
(1) Instrumen perlindungan HAM yang perlu diperhatikan oleh setiap anggota Polri
dalam melaksanakan tugas berdasarkan Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi:
a. hak setiap orang untuk hidup, mempertahankan hidup serta kehidupannya;
b. hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan;
c. hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;
d. hak untuk bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya;
e. hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap
sesuai hati nurani;
f. hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil;
g. hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum;
h. hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan;
i. hak …..
9
i. hak dalam hukum dan pemerintahan;
j. hak ikut serta dalam upaya pembelaan negara;
k. hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan;
l. hak atas pekerjaan, memilih pekerjaan dan penghidupan yang layak;
m. hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dalam
hubungan kerja;
n. hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar;
o. hak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya;
p. hak untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan;
q. hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya;
r. hak atas status kewarganegaraan atau memilih kewarganegaraan;
s. hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta
berhak kembali;
t. hak memperoleh suaka politik dari negara lain;
u. hak atas perlindungan diri, pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan
harta benda;
v. hak untuk tidak disiksa;
w. hak untuk tidak diperbudak;
x. hak memilih pendidikan dan pengajaran;
y. berhak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat;
z. hak berkomunikasi dan memperoleh informasi;
aa. hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu;
bb. hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang yang merendahkan
martabat manusia;
cc. hak hidup sejahtera lahir dan batin;
dd. hak untuk bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat;
ee. hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani;
ff. hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
gg. hak atas jaminan sosial;
hh. hak …..
10
hh. hak untuk mempunyai hak milik pribadi dan tidak boleh diambil sewenangwenang;
ii. hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif;
jj. hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun;
(2) Bagian dari HAM yang tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan
apapun (non-derogable rights) adalah:
a. hak untuk hidup;
b. hak untuk tidak disiksa;
c. hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani;
d. hak beragama;
e. hak untuk tidak diperbudak;
f. hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum;
g. hak untuk tidak dapat dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut; dan
h. hak untuk tidak dipenjara karena tidak ada kemampuan memenuhi
perjanjian.
Pasal 6
HAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang termasuk dalam cakupan
tugas Polri, meliputi:
a. hak memperoleh keadilan: setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk
memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan pengaduan dan laporan
dalam perkara pidana, serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak
memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara
objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar;
b. hak atas kebebasan pribadi: setiap orang bebas memilih dan mempunyai
keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama
masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa
diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah RI;
c. hak atas rasa aman: setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan
terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu;
d. hak …..
11
d. hak bebas dari penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penghilangan
secara paksa;
e. hak khusus perempuan: perlindungan khusus terhadap perempuan dari ancaman
dan tindakan kejahatan, kekerasan dan diskriminasi yang terjadi dalam maupun di
luar rumah tangga yang dilakukan semata-mata karena dia perempuan;
f. hak khusus anak: perlindungan/perlakuan khusus terhadap anak yang menjadi
korban kejahatan dan anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu: hak nondiskriminasi,
kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup
dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak;
g. hak khusus masyarakat adat; dan
h. hak khusus kelompok minoritas, seperti etnis, agama, penyandang cacat, orientasi
seksual.
Pasal 7
Setiap anggota Polri wajib memahami instrumen internasional tentang standar minimal
perlindungan warga negara yang mengatur secara langsung dan tidak langsung tentang
hubungan anggota Polri dengan HAM, antara lain:
a. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil Politik (ICCPR);
b. Kovenan Internasional tentang Hak Sosial Ekonomi, Sosial dan Budaya;
c. Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial
Tahun 1965;
d. Konvensi mengenai Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (CEDAW) Tahun 1981;
e. Konvensi Menentang Penyiksaan, Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam,
Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat (CAT) Tahun 1984;
f. Konvensi Hak-hak Anak (CRC) Tahun 1990;
g. Konvensi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa Tahun 2006.
h. Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 34/169 tentang Etika Berperilaku
Bagi Penegak Hukum (Code of Conduct for Law Enforcement);
i. Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 43/174 Tahun 1988 tentang Prinsip
Perlindungan semua Orang Dalam Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan;
j. Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 37/194 Tahun 1982
tentang Prinsip-prinsip Etika Kedokteran Dalam Melindungi Tahanan;
k. Resolusi …..
12
k. Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 45/110 Tahun 1990
tentang Peraturan Standar Minimum untuk Tindakan Non-Penahanan (“Tokyo
Rule”);
l. Peraturan Standar Minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1985 Untuk
Pelaksanaan Peradilan Anak;
m. Deklarasi tentang Prinsip-prinsip Keadilan Bagi Korban Kejahatan dan
Penyalahgunaan Kewenangan Tahun 1985;
n. Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Kaum Perempuan Tahun
1993;
o. Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 1993;
p. Deklarasi Pembela Hak Asasi Manusia Tahun 1998;
q. Pencegahan dan Penyelidikan Efektif terhadap Pelaksanaan Hukuman Mati di
Luar Proses Hukum, Sewenang-wenang dan Sumir (1989/65, Mei Tahun 1989).
r. Pedoman Universal Pemulihan Hak Korban Pelanggaran HAM Berat (United
Nation Basic Principles and Guidelines on the Right to a Remedy and Reparation
for Victims of Gross Violations of International Human Rights Law and Serious
Violation of International Humanitarian Law) Tahun 2005; dan
s. Prinsip-prinsip Dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Penggunaan
Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum (United Nation Basic
Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement) Tahun 1980.
Pasal 8
(1) Setiap anggota Polri wajib memahami instrumen-instrumen HAM baik yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan Indonesia dan instrumen internasional, baik
yang telah diratifikasi maupun yang belum diratifikasi oleh Indonesia.
(2) Sesuai dengan prinsip menghargai dan menghormati HAM, setiap anggota Polri
dalam melaksanakan tugas atau dalam kehidupan sehari-hari wajib untuk
menerapkan perlindungan dan penghargaan HAM, sekurang-kurangnya:
a. menghormati martabat dan HAM setiap orang;
b. bertindak secara adil dan tidak diskriminatif;
c. berperilaku sopan;
d. menghormati norma agama, etika, dan susila; dan
e. menghargai budaya lokal sepanjang tidak bertentangan dengan hukum dan
HAM.
Pasal 9 …..
13
Pasal 9
(1) Dalam menerapkan tugas pelayanan dan perlindungan terhadap warga
masyarakat setiap anggota Polri wajib memperhatikan:
a. asas legalitas;
b. asas nesesitas; dan
c. asas proporsionalitas.
(2) Asas legalitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan tindakan
petugas/anggota Polri sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku, baik di
dalam perundang-undangan nasional ataupun internasional.
(3) Asas nesesitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan tindakan
petugas/anggota Polri didasari oleh suatu kebutuhan untuk mencapai tujuan
penegakan hukum, yang mengharuskan anggota Polri untuk melakukan suatu
tindakan yang membatasi kebebasan seseorang ketika menghadapi kejadian yang
tidak dapat dihindarkan.
(4) Asas proporsionalitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan
tindakan petugas/anggota Polri yang seimbang antara tindakan yang dilakukan
dengan ancaman yang dihadapi dalam penegakan hukum.
(5) Setiap penerapan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) harus dipertanggungjawabkan.
BAB III
STANDAR PERILAKU PETUGAS/ANGGOTA POLRI
DALAM PENEGAKAN HUKUM
Bagian Kesatu
Standar Perilaku Secara Umum
Pasal 10
Dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap petugas/anggota Polri wajib
mematuhi ketentuan berperilaku (Code of Conduct) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 huruf h sebagai berikut:
a. senantiasa menjalankan tugas yang diamanatkan oleh undang-undang kepada
mereka;
b. menghormati dan melindungi martabat manusia dalam melaksanakan tugasnya;
c. tidak …..
14
c. tidak boleh menggunakan kekerasan, kecuali dibutuhkan untuk mencegah
kejahatan membantu melakukan penangkapan terhadap pelanggar hukum atau
tersangka sesuai dengan peraturan penggunaan kekerasan;
d. hal-hal yang bersifat rahasia yang berada dalam kewenangan harus tetap dijaga
kerahasiaannya, kecuali jika diperlukan dalam pelaksanaan tugas atau untuk
kepentingan peradilan;
e. tidak boleh menghasut, mentolerir tindakan penyiksaan, perlakuan atau hukuman
lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, demikian
pula menjadikan perintah atasan atau keadaan luar biasa seperti ketika dalam
keadaan perang sebagai pembenaran untuk melakukan penyiksaan;
f. menjamin perlindungan sepenuhnya terhadap kesehatan orang-orang yang berada
dalam tahanannya, lebih khusus lagi, harus segera mengambil langkah untuk
memberikan pelayanan medis bilamana diperlukan;
g. tidak boleh melakukan korupsi dalam bentuk apapun, maupun penyalahgunaan
kekuasaan lainnya yang bertentangan dengan profesi penegak hukum;
h. harus menghormati hukum, ketentuan berperilaku, dan kode etik yang ada.
Pasal 11
(1) Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan:
a. penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak
berdasarkan hukum;
b. penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam
kejahatan;
c. pelecehan atau kekerasan seksual terhadap tahanan atau orang-orang
yang disangka terlibat dalam kejahatan;
d. penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan
martabat manusia;
e. korupsi dan menerima suap;
f. menghalangi proses peradilan dan/atau menutup-nutupi kejahatan;
g. penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal
punishment);
h. perlakuan tidak manusiawi terhadap seseorang yang melaporkan kasus
pelanggaran HAM oleh orang lain;
i. melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan yang tidak berdasarkan
hukum;
j. menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan.
(2) Anggota .....
15
(2) Anggota Polri yang melakukan tindakan melanggar HAM wajib
mempertanggungjawabkan sesuai dengan kode etik profesi kepolisian, disiplin
dan hukum yang berlaku.
Bagian Kedua
Standar Perilaku Petugas/Anggota Polri
Dalam Tindakan Kepolisian
Paragraf 1
Penyelidikan
Pasal 12
(1) Untuk kepentingan tugas kepolisian, setiap anggota Polri dapat melakukan
tindakan penyelidikan menurut peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan tugas penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilengkapi dengan Surat perintah yang sah, terkecuali dalam keadaan yang
mendesak sesuai yang diperintahkan oleh Pimpinan yang berwenang.
(3) Dalam melaksanakan tindakan penyelidikan setiap petugas wajib menghargai
norma-norma yang berlaku, bertindak manusiawi dan menjalankan tugasnya
sesuai dengan etika kepolisian.
(4) Dalam melaksanakan investigasi setiap petugas dilarang melakukan tindakan yang
berlebihan sehingga merugikan pihak lain.
Pasal 13
(1) Dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas Polri dilarang:
a. melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk
mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan;
b. menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan
di luar proses hukum atau secara sewenang-wenang;
c. memberitakan rahasia seseorang yang berperkara;
d. memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau menyampaikan laporan
hasil penyelidikan;
e. merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau
memutarbalikkan kebenaran;
f. melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak yang
berperkara.
(2) Setiap .....
16
(2) Setiap anggota Polri dilarang:
a. menolak laporan atau pengaduan dari masyarakat tanpa alasan yang sah;
b. menolak permintaan bantuan dari seseorang yang membutuhkan
pertolongan atau mencari keadilan tanpa alasan sah.
Paragraf 2
Tindakan Pemanggilan
Pasal 14
(1) Dalam melakukan tindakan pemanggilan setiap petugas wajib:
a. memberi waktu yang cukup bagi yang dipanggil untuk mempersiapkan
kehadirannya, paling sedikit dua hari sebelum waktu yang ditentukan untuk
hadir, surat panggilan sudah diterima oleh yang dipanggil;
b. surat panggilan berisi identitas yang dipanggil, pokok perkara yang menjadi
dasar pemanggilan; status yang dipanggil; keperluan pemanggilan; hari,
tanggal dan jam waktu pemanggilan; alamat tempat pemanggilan; tanggal,
nama dan tanda tangan pejabat yang memanggil; dan nama, status dan
tanda tangan penerima surat panggilan;
c. pemanggilan hanya dilakukan untuk kepentingan tugas kepolisian dan
sesuai dengan batas kewenangannya;
d. segera melayani orang yang telah hadir atas pemanggilan;
e. memperhatikan dan menghargai hak dan kepentingan orang yang
dipanggil; dan
f. mempertimbangkan alasan penundaan dengan bijaksana, dalam hal orang
yang dipanggil tidak dapat hadir pada waktunya karena alasan yang sah.
(2) Dalam melakukan tindakan pemanggilan dilarang:
a. melakukan pemanggilan secara semena-mena/sewenang-wenang dengan
cara yang melanggar peraturan yang berlaku;
b. tidak memberi waktu yang cukup bagi yang dipanggil untuk mempersiapkan
kehadirannya;
c. membuat surat panggilan yang salah isi dan/atau formatnya, sehingga
menimbulkan kerancuan bagi yang dipanggil;
d. melakukan pemanggilan dengan tujuan untuk menakut-nakuti yang
dipanggil atau untuk kepentingan pribadi yang melanggar kewenangannya;
e. menelantarkan .....
17
e. menelantarkan atau tidak segera melayani orang yang telah hadir atas
pemanggilan;
f. melecehkan atau tidak menghargai hak dan kepentingan orang yang
dipanggil.
Paragraf 3
Tindakan Penangkapan
Pasal 15
(1) Tindakan penangkapan yang pada dasarnya merampas kemerdekaan seseorang
hanya dapat dilakukan dengan cara yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
(2) Tindakan penangkapan hanya dapat dilakukan dalam pelaksanaan tugas
kepolisian dengan alasan sebagai berikut:
a. terdapat dugaan kuat bahwa seseorang telah melakukan kejahatan;
b. untuk mencegah seseorang melakukan kejahatan; dan
c. untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat.
(3) Tujuan utama melakukan penangkapan yang berkaitan dengan tindak kejahatan
adalah untuk membawa tersangka ke hadapan pengadilan guna menentukan
tuduhan terhadapnya.
(4) Selain tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tindakan penangkapan dapat
dilakukan oleh petugas Polri dalam rangka untuk memberikan perlindungan pihak
yang menurut peraturan perundang-undangan perlu dilindungi (UU Perlindungan
Saksi/Korban).
Pasal 16
(1) Dalam melaksanakan penangkapan wajib dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. keseimbangan antara tindakan yang dlakukan dengan bobot ancaman;
b. senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap;
dan
c. tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka.
(2) Tersangka yang telah tertangkap tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu
bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan (asas praduga tak bersalah).
Pasal 17 .....
18
Pasal 17
(1) Dalam melakukan penangkapan setiap petugas wajib untuk:
a. memberitahu/menunjukkan tanda identitasnya sebagai petugas Polri;
b. menunjukkan surat perintah penangkapan kecuali dalam keadaan
tertangkap tangan;
c. memberitahukan alasan penangkapan;
d. menjelaskan tindak pidana yang dipersangkakan termasuk ancaman
hukuman kepada tersangka pada saat penangkapan;
e. menghormati status hukum anak yang melakukan tindak pidana dan
memberitahu orang tua atau wali anak yang ditangkap segera setelah
penangkapan;
f. senantiasa melindungi hak privasi tersangka yang ditangkap; dan
g. memberitahu hak-hak tersangka dan cara menggunakan hak-hak tersebut,
berupa hak untuk diam, mendapatkan bantuan hukum dan/atau didampingi
oleh penasihat hukum, serta hak-hak lainnya sesuai KUHAP.
(2) Setelah melakukan penangkapan, setiap petugas wajib untuk membuat berita
acara penangkapan yang berisi:
a. nama dan identitas petugas yang melakukan penangkapan;
b. nama identitas yang ditangkap;
c. tempat, tanggal dan waktu penangkapan;
d. alasan penangkapan dan/atau pasal yang dipersangkakan;
e. tempat penahanan sementara selama dalam masa penangkapan; dan
f. keadaan kesehatan orang yang ditangkap.
Pasal 18
(1) Dalam hal orang yang ditangkap tidak paham atau tidak mengerti bahasa yang
dipergunakan oleh petugas, maka orang tersebut berhak mendapatkan seorang
penerjemah tanpa dipungut biaya.
(2) Dalam hal yang ditangkap adalah orang asing, maka penangkapan tersebut harus
segera diberitahukan kepada kedutaan, konsulat, atau misi diplomatik negaranya,
atau ke perwakilan organisasi internasional yang kompeten jika yang bersangkutan
merupakan seorang pengungsi atau dalam lindungan organisasi antar pemerintah.
Pasal 19 …..
19
Pasal 19
Dalam hal yang ditangkap adalah anak-anak, maka wajib diperhatikan hak tambahan
bagi anak yang ditangkap sebagai berikut:
a. hak untuk didampingi oleh orang tua atau wali;
b. hak privasi untuk tidak dipublikasikan identitasnya agar anak tidak menderita atau
disakiti akibat publikasi tersebut;
c. hak untuk mendapatkan petugas pendamping khusus untuk anak;
d. diperiksa di ruang pelayanan khusus;
e. dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka dewasa; dan
f. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan dan peradilan anak.
Pasal 20
Dalam hal yang ditangkap adalah seorang perempuan, maka wajib diperhatikan
perlakuan khusus antara lain:
a. sedapat mungkin diperiksa oleh petugas perempuan atau petugas yang
berperspektif gender;
b. diperiksa di ruang pelayanan khusus;
c. perlindungan hak privasi untuk tidak dipublikasikan;
d. hal mendapat perlakuan khusus;
e. dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka laki-laki; dan
f. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi perempuan.
Pasal 21
Dalam melaksanakan tindakan penangkapan setiap anggota Polri wajib:
a. memahami peraturan perundang-undangan, terutama mengenai kewenangan dan
tata cara untuk melakukan penangkapan serta batasan-batasan kewenangan
tersebut;
b. memiliki kemampuan teknis penangkapan yang sesuai hukum;
c. menerapkan prosedur-prosedur yang harus dipatuhi untuk tindakan persiapan,
pelaksanaan dan tindakan sesudah penangkapan; dan
d. bersikap profesional dalam menerapkan taktis penangkapan, sehingga bertindak
manusiawi, menyangkut waktu yang tepat dalam melakukan penangkapan, caracara
penangkapan terkait dengan kategori-kategori yang ditangkap seperti anakanak,
orang dewasa dan orang tua atau golongan laki-laki dan perempuan serta
kaum rentan.
Paragraf 4 .....
20
Paragraf 4
Tindakan Penahanan
Pasal 22
(1) Dalam rangka menghormati HAM, tindakan penahanan harus memperhatikan
standar-standar sebagai berikut:
a. setiap orang mempunyai hak kemerdekaan dan keamanan pribadi;
b. tidak seorangpun dapat ditangkap ataupun ditahan dengan sewenangwenang;
dan
c. tidak seorangpun boleh dirampas kemerdekaannya kecuali dengan alasanalasan
tertentu dan sesuai dengan prosedur seperti yang telah ditentukan
oleh hukum.
(2) Tindakan penahanan hanya dapat dilakukan berdasarkan hukum dan menurut tata
cara yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Tahanan yang pada dasarnya telah dirampas kemerdekaannya, harus tetap
diperlakukan sebagai orang yang tidak bersalah bersalah sebelum ada keputusan
hukum yang berkekuatan tetap.
Pasal 23
Tindakan penahanan harus senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip dan standar
Internasional HAM dalam penahanan sebagai berikut:
a. semua orang yang kebebasannya dicabut harus tetap diperlakukan secara
manusiawi dan penuh hormat karena martabatnya yang melekat sebagai
manusia;
b. setiap orang yang dituduh telah melakukan tindak pidana harus dikenakan asas
praduga tak bersalah sebelum terbukti bersalah oleh suatu keputusan peradilan;
c. tersangka/tahanan berhak mendapat penjelasan mengenai alasan penahanan dan
mengenai tuduhan yang dikenakan kepadanya;
d. sebelum persidangan dilaksanakan, seorang tersangka dimungkinkan untuk tidak
ditahan dengan jaminan dan alasan tertentu seperti:
1. tidak akan mengulang kejahatan lagi;
2. tidak merusak atau menghilangkan barang bukti; dan
3. tidak melarikan diri.
e. tahanan tidak boleh disiksa, diperlakukan dengan keji dan tidak manusiawi,
mendapat perlakuan dan hukuman yang merendahkan martabat, atau diberi
ancaman-ancaman lainnya;
f. tahanan .....
21
f. tahanan hanya boleh ditahan di tempat penahanan resmi, keluarga serta penasihat
hukum harus diberikan informasi tentang tempat dan status penahanan;
g. tahanan berhak untuk mendapatkan bantuan hukum;
h. tahanan berhak untuk berkomunikasi dan mendapatkan akses untuk berhubungan
dengan keluarga;
i. tahanan berhak untuk memperoleh pelayanan medis yang memadai dengan
catatan medis yang harus disimpan;
j. tahanan harus mendapatkan hak untuk berkomunikasi dengan penasehat hukum;
k. tahanan yang tidak begitu paham dengan bahasa yang digunakan oleh pihak
berwenang yang bertanggung jawab atas penahanannya, berhak untuk
memperoleh informasi dalam bahasa yang dia pahami. Jika mungkin, disediakan
penerjemah, tanpa dipungut biaya, untuk proses pengadilan selanjutnya;
l. tahanan anak-anak harus dipisahkan dari tahanan dewasa, perempuan dari lakilaki,
dan tersangka dari terpidana;
m. lama penahanan serta sah atau tidaknya penahanan seseorang diputuskan oleh
hakim atau pejabat yang berwenang;
n. para tersangka mempunyai hak untuk berhubungan dengan dunia luar, menerima
kunjungan keluarga dan berbicara secara pribadi dengan penasihat hukumnya;
o. para tersangka harus ditempatkan pada fasilitas-fasilitas yang manusiawi, yang
dirancang dengan memenuhi persyaratan kesehatan yang tersedia seperti air,
makanan, pakaian, pelayanan kesehatan, fasilitas untuk berolah raga dan barangbarang
untuk keperluan kesehatan pribadi;
p. tahanan berhak mendapatkan kesempatan menjalankan ibadah menurut agama/
kepercayaan atau keyakinannya;
q. setiap tahanan berhak hadir dihadapan petugas pengadilan untuk mengetahui
keabsahan penahanannya;
r. hak dan status khusus perempuan serta anak-anak harus dihormati;
s. tahanan tidak dapat dipaksa untuk mengaku dan memberikan kesaksian yang
memberatkan dirinya atau orang lain;
t. harus ada pengawasan terhadap pemenuhan hak-hak tahanan;
u. tahanan tidak boleh dijadikan bahan percobaan medis atau ilmiah yang dapat
mengakibatkan penurunan kesehatannya meskipun atas kesediaan yang
bersangkutan;
v. situasi dan suasana interogasi harus dicatat secara rinci;
w. tahanan harus diperlakukan dengan layak dan dipisahkan dari narapidana;
x. wawancara .....
22
x. wawancara antara seorang yang ditahan dan penasihat hukumnya boleh diawasi
tetapi tidak boleh didengar oleh petugas penegak hukum; dan
y. apabila seseorang yang ditahan atau dipenjara meminta, dapat ditempatkan di
tahanan atau penjara yang cukup dekat dengan daerah tempat tinggalnya, jika
memungkinkan.
Pasal 24
Dalam melaksanakan tindakan penahanan petugas dilarang:
a. menyalahgunakan kewenangan investigasi untuk melakukan tindakan siksaan
badan terhadap seseorang;
b. melakukan ancaman atau tindakan kekerasan fisik, psikis dan/atau seksual
terhadap tersangka untuk mendapatkan keterangan, pengakuan;
c. melakukan tindakan pelecehan, penghinaan atau tindakan lain yang dapat
merendahkan martabat manusia; dan
d. meminta sesuatu atau melakukan pemerasan terhadap tahanan.
Pasal 25
Dalam melaksanakan tindakan penahanan terhadap anak, petugas wajib
mempertimbangkan:
a. tindakan penahanan hanya dilakukan sebagai tindakan yang sangat terpaksa dan
merupakan upaya yang paling akhir;
b. hak anak untuk tetap mendapatkan kesempatan pendidikan dan tumbuhkembang
selama dalam penahanan;
c. dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka dewasa; dan
d. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan dan peradilan anak.
Pasal 26
Dalam melaksanakan tindakan penahanan terhadap perempuan, petugas wajib
mempertimbangkan:
a. ditahan di ruang tahanan khusus perempuan;
b. dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka laki-laki;
c. perlindungan hak privasi untuk tidak dipublikasikan;
d. hak mendapatkan perlindungan dan fasilitas berkenaan dengan hak reproduksi
perempuan; dan
e. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi perempuan.
Paragraf 5 .....
23
Paragraf 5
Tindakan Pemeriksaan
Pasal 27
(1) Setiap petugas yang melakukan tindakan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka
atau terperiksa wajib:
a. memberikan kesempatan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa untuk
menghubungi dan didampingi pengacara sebelum pemeriksaan dimulai.
b. segera melakukan pemeriksaan sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan;
c. memulai pemeriksaan dengan menanyakan keadaan kesehatan dan
kesiapan yang akan diperiksa;
d menjelaskan status keperluan terperiksa dan tujuan pemeriksaan;
e. mengajukan pertanyaan secara jelas, sopan dan mudah dipahami oleh
terperiksa;
f. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan tujuan
pemeriksaan;
g. memperhatikan dan menghargai hak terperiksa/saksi untuk memberikan
keterangan secara bebas;
h. menghormati hak saksi/terperiksa untuk menolak memberikan informasi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan rahasia jabatannya;
i. melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya dengan
memperhatikan kondisi dan kesediaan yang diperiksa;
j. memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk istirahat, melaksanakan
ibadah, makan, dan keperluan pribadi lainnya sesuai peraturan yang
berlaku;
k. membuat berita acara pemeriksaan semua keterangan yang diberikan oleh
saksi/terperiksa sesuai dengan tujuan pemeriksaan;
l membacakan kembali hasil pemeriksaan kepada yang diperiksa dengan
bahasa yang dimengerti, sebelum pemeriksaan diakhiri;
m. membubuhkan tanda tangan pemeriksa, terperiksa/saksi dan/atau orang
yang menyaksikan jalannya pemeriksaan; dan
n. memberikan kesempatan saksi atau tersangka untuk memberikan
keterangan tambahan sekalipun pemeriksaan sudah selesai.
(2) Dalam .....
24
(2) Dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa, petugas
dilarang:
a. memeriksa saksi, tersangka atau terperiksa sebelum didampingi oleh
penasihat hukumnya, kecuali atas persetujuan yang diperiksa;
b. menunda-nunda waktu pemeriksaan tanpa alasan yang sah, sehingga
merugikan pihak terperiksa;
c. tidak menanyakan keadaan kesehatan dan kesiapan yang diperiksa pada
awal pemeriksaan;
d tidak menjelaskan status keperluan terperiksa dan tujuan pemeriksaan;
e. mengajukan pertanyaan yang sulit dipahami terperiksa, atau dengan cara
membentak-bentak, menakuti atau mengancam terperiksa;
f. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan dengan tujuan
pemeriksaan;
g. melecehkan, merendahkan martabat dan/atau tidak menghargai hak
terperiksa;
h. melakukan kekerasan atau ancaman kekerasanan baik bersifat fisik atau
psikis dengan maksud untuk mendapatkan keterangan, informasi atau
pengakuan;
i. memaksa saksi, tersangka/terperiksa untuk memberikan informasi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan rahasia jabatannya;
j. membujuk, mempengaruhi atau memperdaya pihak yang diperiksa untuk
melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan
hak-hak yang diperiksa;
k. melakukan pemeriksaan pada malam hari tanpa didampingi oleh penasihat
hukum dan tanpa alasan yang sah;
l. tidak memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk istirahat,
melaksanakan ibadah, makan, dan keperluan pribadi lainnya tanpa alasan
yang sah;
m. memanipulasi hasil pemeriksaan dengan cara tidak mencatat sebagian
keterangan atau mengubah keterangan yang diberikan terperiksa yang
menyimpang dari tujuan pemeriksaan;
n. menolak saksi atau tersangka untuk mengajukan saksi yang meringankan
untuk diperiksa;
o. menghalangi-halangi penasehat hukum untuk memberikan bantuan hukum
kepada saksi/ tersangka yang diperiksa;
p melakukan pemeriksaan ditempat yang melanggar ketentuan hukum;
q. tidak .....
25
q. tidak membacakan kembali hasil pemeriksaan kepada yang diperiksa
dengan bahasa yang dimengerti, sebelum pemeriksaan diakhiri; dan
r. melalaikan kewajiban tanda tangan pemeriksa, terperiksa dan/atau orang
yang menyaksikan jalannya pemeriksaan.
Pasal 28
Dalam melaksanakan tindakan pemeriksaan terhadap anak, petugas wajib
mempertimbangkan:
a. hak untuk mendapatkan petugas pendamping khusus untuk anak;
b. hak untuk didampingi oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas);
c. hak untuk didampingi oleh orang tua atau wali; dan
d. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan dan peradilan anak.
Pasal 29
Dalam melaksanakan tindakan pemeriksaan terhadap perempuan, petugas wajib
mempertimbangkan:
a. diperiksa di ruang khusus perempuan;
b. perlindungan hak privasi untuk tidak dipublikasikan;
c. hak didampingi oleh pekerja sosial atau ahli selain penasehat hukum ; dan
d. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi perempuan.
Paragraf 6
Tindakan Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Pasal 30
(1) Dalam melakukan tindakan pemeriksaan TKP, petugas wajib:
a. melaksanakan tindakan pemeriksaan TKP sesuai peraturan perundangundangan;
b. melakukan pemeriksaan dengan teliti untuk mencari keterangan,
mengumpulkan bukti, menjaga keutuhan TKP dan memeriksa semua objek
yang relevan dengan tujuan pemeriksaan pengolahan TKP;
c. menutup TKP dan melarang orang lain yang tidak berkepentingan
memasuki TKP, dengan cara yang wajar, tegas tetapi sopan;
d. mencari informasi yang penting untuk pengungkapan perkara kepada orang
yang ada di TKP dengan sopan;
e. melakukan .....
26
e. melakukan tindakan di TKP hanya untuk kepentingan tugas yang di dalam
batas kewenangannya;
f. memperhatikan dan menghargai hak-hak orang untuk memberikan
keterangan secara bebas;
g. melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya dan membuka
kembali TKP setelah kepentingan pengolahan TKP selesai;
h. mencatat semua keterangan dan informasi yang diperoleh di TKP dan
membuat berita acara pemeriksaan TKP; dan
i. membubuhkan tanda tangan pemeriksa, terperiksa/saksi dan/atau orang
yang menyaksikan pemeriksaan TKP.
(2) Dalam melakukan pemeriksaan TKP, petugas dilarang:
a. melakukan tindakan yang dapat merusak keutuhan TKP dan merusak
barang lainnya;
b. melakukan tindakan penutupan TKP secara berlebihan (dalam konteks
waktu dan batas-batas TKP) dan/atau tindakan yang tidak relevan dengan
kepentingan pengolahan TKP;
c. melakukan tindakan yang arogan, membatasi hak-hak seseorang atau
kelompok secara berlebihan yang tidak relevan dengan tujuan pemeriksaan
TKP;
d. melakukan tindakan di TKP di luar batas kewenangannya;
e. tidak memperhatikan/menghargai hak-hak orang yang berada di TKP; dan
f. sengaja memperlama waktu pemeriksaan TKP dan/atau tidak membuka
kembali TKP walaupun kepentingan pengolahan TKP telah selesai.
Pasal 31
(1) Dalam melakukan tindakan pemeriksaan kendaraan, petugas wajib:
a. memberitahukan kepentingan pemeriksaan kendaraan kepada pemiliknya
secara jelas dan sopan;
b. menyampaikan permintaan maaf dan meminta kesediaan pemilik/
pengemudi/penumpang atas terganggunya kebebasan akibat dilakukannya
pemeriksaan;
c. melakukan pemeriksaan dengan teliti untuk mencari sasaran pemeriksaan
yang diperlukan dengan cara yang simpatik; dan
d. melakukan tindakan pemeriksaan sesuai dengan teknik dan taktik
pemeriksaan untuk kepentingan tugas yang di dalam batas
kewenangannya;
e. memperhatikan …..
27
e. memperhatikan dan menghargai hak-hak orang yang berkaitan dengan
kendaraan, pemilik, penumpang, pengemudi;
f. melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya dan
mempersilahkan kendaraan berlalu setelah pemeriksaan selesai;
g. menyampaikan terima kasih atas terlaksananya pemeriksaan; dan
h. mencatat semua keterangan dan informasi termasuk barang bukti yang
diperoleh ke dalam berita acara;
(2) Dalam melakukan pemeriksaan kendaraan, petugas dilarang:
a. melakukan pemeriksaan tanpa memberitahukan kepentingan pemeriksaan
kendaraan kepada pemilik/pengemudi;
b. bersikap arogan pada waktu melaksanakan pemeriksaan;
c. melakukan pemeriksaan dengan bertindak sewenang-wenang dengan
alasan untuk mencari sasaran pemeriksaan sehingga menimbulkan
kerugian bagi pihak yang diperiksa;
d. melakukan tindakan pemeriksaan yang menyimpang dari teknik dan taktik
pemeriksaan dan atau di luar batas kewenangannya;
e. melecehkan atau tidak menghormati/menghargai hak-hak orang yang
berkaitan dengan kendaraan: pemilik, penumpang dan pengemudi; dan
f. sengaja memperlama waktu pemeriksaan sehingga mengganggu atau
merugikan pihak yang diperiksa dan atau merampas kebebasannya;
Paragraf 7
Tindakan Penggeledahan Orang dan Tempat/Rumah
Pasal 32
(1) Dalam melakukan tindakan penggeledahan orang, petugas wajib:
a. memberitahukan kepentingan tindakan penggeledahan secara jelas dan
sopan;
b. meminta maaf dan meminta kesediaan orang yang digeledah atas
terganggunya hak privasi karena harus dilakukannya pemeriksaan;
c. menunjukkan surat perintah tugas dan/atau identitas petugas;
d. melakukan pemeriksaan untuk mencari sasaran pemeriksaan yang
diperlukan dengan cara yang teliti, sopan, etis dan simpatik;
e. melakukan tindakan penggeledahan sesuai dengan teknik dan taktik
pemeriksaan untuk kepentingan tugas yang di dalam batas
kewenangannya;
f. memerhatikan .....
28
f. memperhatikan dan menghargai hak-hak orang yang digeledah;
g. melaksanakan penggeledahan terhadap perempuan oleh petugas
perempuan;
h. melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya; dan
i. menyampaikan terima kasih atas terlaksananya penggeledahan.
(2) Dalam melakukan penggeledahan orang, petugas dilarang:
a. melakukan penggeledahan tanpa memberitahukan kepentingan tindakan
penggeledahan secara jelas;
b. melakukan tindakan penggeledahan secara berlebihan dan mengakibatkan
terganggunya hak privasi yang digeledah;
c. melakukan penggeledahan dengan cara yang tidak sopan dan melanggar
etika;
d. melakukan tindakan penggeledahan yang menyimpang dari teknik dan
taktik pemeriksaan, dan/atau tindakan yang di luar batas kewenangannya;
e. melecehkan dan/atau tidak menghargai hak-hak orang yang digeledah;
f. memperlama pelaksanakan penggeledahan, sehingga merugikan yang
digeledah; dan
g. melakukan penggeledahan orang perempuan oleh petugas laki-laki
ditempat terbuka dan melanggar etika.
Pasal 33
(1) Dalam melakukan tindakan penggeledahan tempat/rumah, petugas wajib:
a. melengkapi administrasi penyidikan;
b. memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang kepentingan dan
sasaran penggeledahan;
c. memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran
penggeledahan;
d. menunjukkan surat perintah tugas dan/atau kartu identitas petugas;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang atau orang dengan
cara yang teliti, sopan, etis dan simpatik dan harus didampingi oleh
penghuni;
f. melakukan tindakan penggeledahan sesuai dengan teknik dan taktik
pemeriksaan untuk kepentingan tugas sesuai dengan batas
kewenangannya;
g. menerapkan .....
29
g. menerapkan taktik penggeledahan untuk mendapatkan hasil seoptimal
mungkin, dengan cara yang sedikit mungkin menimbulkan kerugian atau
gangguan terhadap pihak yang digeledah atau pihak lain;
h. dalam hal petugas mendapatkan benda atau orang yan dicari, tindakan
untuk mengamankan barang bukti wajib disaksikan oleh pihak yang
digeledah atau saksi dari ketua lingkungan;
i. menyampaikan terima kasih atas terlaksananya penggeledahan; dan
j. membuat berita acara penggeledahan yang ditandatangani oleh petugas,
pihak yang digeledah dan para saksi.
(2) Dalam melakukan penggeledahan tempat/rumah, petugas dilarang:
a. tanpa dilengkapi administrasi penyidikan;
b. tidak memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang kepentingan dan
sasaran penggeledahan;
c. tanpa memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran
penggeledahan, tanpa alasan yang sah;
d. melakukan penggeledahan dengan cara yang sewenang-wenang, sehingga
merusakkan barang atau merugikan pihak yang digeledah;
e. melakukan tindakan penggeledahan yang menyimpang dari kepentingan
tugas yang di luar batas kewenangannya;
f. melakukan penggeledahan dengan cara berlebihan sehingga menimbulkan
kerugian atau gangguan terhadap hak-hak pihak yang digeledah;
g. melakukan pengambilan benda tanpa disaksikan oleh pihak yang digeledah
atau saksi dari ketua lingkungan;
h. melakukan pengambilan benda yang tidak ada kaitannya dengan tindak
pidana yang terjadi;
i. bertindak arogan atau tidak menghargai harkat dan martabat orang yang
digeledah;
k. melakukan tindakan menjebak korban/tersangka untuk mendapatkan
barang yang direkayasa menjadi barang bukti; dan
l. tidak membuat berita acara penggeledahan setelah melakukan
penggeledahan.
Paragraf 8 .....
30
Paragraf 8
Tindakan Penyitaan Barang Bukti
Pasal 34
(1) Dalam melakukan tindakan penyitaan barang bukti, petugas wajib:
a. melengkapi administrasi penyidikan;
b. melakukan penyitaan hanya terhadap benda yang ada hubungannya
dengan penyidikan;
c. memberitahu tujuan penyitaan kepada pemilik;
d. menerapkan teknik dan taktik penyitaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
e. merawat barang bukti yang disita sesuai dengan peraturan perundangundangan;
f. menyimpan barang sitaan di rumah penyimpanan benda sitaan negara; dan
g. membuat berita acara penyitaan dan menyerahkan tanda terima barang
yang disita kepada yang menyerahkan barang yang disita.
(2) Dalam melakukan penyitaan barang bukti, petugas dilarang:
a. melakukan penyitaan tanpa dilengkapi administrasi penyidikan;
b. tidak memberitahu tujuan penyitaan;
c. melakukan penyitaan benda yang tidak ada hubungannya dengan
penyidikan;
d. melakukan penyitaan dengan cara yang bertentangan dengan hukum;
e. tidak menyerahkan tanda terima barang yang disita kepada yang berhak;
f. tidak membuat berita acara penyitaan setelah selesai melaksanakan
penyitaan;
g. menelantarkan barang bukti yang disita atau tidak melakukan perawatan
barang bukti sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
h. mengambil, memiliki, menggunakan, dan menjual barang bukti secara
melawan hak.
BAB IV .....
31
BAB IV
PERLINDUNGAN HAM BAGI TERSANGKA
Bagian Kesatu
Prinsip Praduga Tak Bersalah
Pasal 35
(1) Setiap orang yang diduga melakukan kejahatan memiliki hak untuk dianggap tidak
bersalah sampai terbukti bersalah sesuai dengan putusan pengadilan dan telah
memperoleh semua jaminan yang diperlukan untuk melakukan pembelaan.
(2) Setiap anggota Polri wajib menghargai prinsip penting dalam asas praduga tak
bersalah dengan pemahaman bahwa:
a. penilaian bersalah atau tidak bersalah, hanya dapat diputuskan oleh
pengadilan yang berwenang, melalui proses pengadilan yang dilakukan
secara benar dan tersangka telah mendapatkan seluruh jaminan
pembelaannya; dan
b. hak praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah oleh pengadilan adalah
hak mendasar, untuk menjamin adanya pengadilan yang adil.
(3) Setiap anggota Polri wajib menerapkan asas praduga tak bersalah dalam proses
investigasi dengan memperlakukan setiap orang yang telah ditangkap atau
ditahan, ataupun orang yang tidak ditahan selama masa investigasi, sebagai orang
yang tidak bersalah.
Bagian Kedua
Hak Tersangka
Pasal 36
Tersangka mempunyai hak-hak sebagai berikut:
a. segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan
kepada penuntut umum;
b. untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka berhak untuk diberitahukan dengan
jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan
kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai;
c. dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, tersangka berhak memberikan
keterangan secara bebas kepada penyidik;
d. dalam …..
32
d. dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, tersangka berhak untuk setiap waktu
mendapat bantuan juru bahasa, dalam hal tersangka bisu dan/atau tuli
diberlakukan ketentuan Pasal 178 KUHAP;
e. guna kepentingan pembelaan, tersangka berhak mendapat bantuan hukum dari
seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat
pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang;
f. untuk mendapatkan penasihat hukum tersangka berhak memilih sendiri penasehat
hukumnya;
g. dalam hal tersangka disangka melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka
yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak
mempunyai penasihat hukum yang ditunjuk sendiri, pejabat yang bersangkutan
wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka dan setiap penasihat hukum yang
ditunjuk tersebut memberikan bantuannya dengan cuma-cuma;
h. tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya
sesuai dengan ketentuan undang-undang;
i. tersangka yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak
menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi
proses perkaranya;
j. tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima
kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada
hubungannya dengan proses perkara maupun tidak;
k. tersangka yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan
atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, kepada keluarganya atau orang lain
yang serumah dengan tersangka ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan
oleh tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi
penangguhannya;
l. tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang
mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka guna
mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha
mendapatkan bantuan hukum;
m. tersangka berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya
menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak
ada hubungannya dengan perkara tersangka untuk kepentingan pekerjaan atau
untuk kepentingan kekeluargaan;
n. tersangka berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima
surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan
olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka disediakan alat tulis menulis;
o. surat …..
33
o. surat menyurat antara tersangka dengan penasehat hukumnya atau sanak
keluarganya tidak diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat
rumah tahanan negara, kecuali jika terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa
surat menyurat itu disalahgunakan;
p. dalam hal surat untuk tersangka itu ditilik atau diperiksa oleh penyidik hal itu
diberitahukan kepada tersangka dan surat tersebut dikirim kembali kepada
pengirimnya setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah ditilik";
q. tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan;
r. tersangka berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau
seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya;
s. tersangka tidak dibebani kewajiban pembuktian; dan
t. tersangka berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Hak Untuk Diadili Secara Adil
Pasal 37
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam sidang pengadilan terbuka yang
adil oleh pengadilan yang independen dan tidak memihak, dalam penetapan hakhaknya
dan kewajiban-kewajibannya serta tuduhan-tuduhan kejahatan
terhadapnya.
(2) Untuk menerapkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar seseorang
dapat diadili secara adil, seluruh investigasi atas kejahatan yang dituduhkan
kepada seseorang harus dilakukan secara etis (tidak melakukan penyiksaan atau
perlakuan kejam lain yang tidak manusiawi) dan sesuai dengan peraturanperaturan
hukum yang mengatur investigasi tersebut.
(3) Wujud perlakuan terhadap seseorang yang diadili secara adil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), antara lain sebagai berikut:
a. setiap keterangan dari seseorang (tersangka atau saksi) harus ditampung
oleh petugas yang menangani perkara;
b. petugas wajib menghargai hak-hak asasi saksi maupun tersangka;
c. petugas wajib memperlakukan dan memberikan pelayanan secara adil
kepada saksi maupun tersangka; dan
d. petugas wajib memberikan kesempatan kepada saksi atau tersangka yang
ingin memberikan keterangan tambahan, sekalipun pemeriksaan sudah
selesai.
Bagian Keempat …..
34
Bagian Keempat
Penghormatan Martabat dan Privasi Seseorang
Pasal 38
(1) Setiap petugas Polri dalam melaksanakan investigasi wajib memperhatikan
penghormatan martabat dan privasi seseorang terutama pada saat melakukan
penggeledahan, penyadapan korespondensi atau komunikasi, serta memeriksa
saksi, korban atau tersangka.
(2) Prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
a. setiap orang berhak mendapatkan perlindungan atas serangan yang tidak
berdasarkan hukum terhadap martabat dan reputasinya;
b. setiap orang berhak atas perlindungan terhadap privasi tentang rahasia
keluarga/ rumah tangganya;
c. setiap orang berhak atas perlindungan terhadap privasi dalam
berkomunikasi dengan keluarga dan atau penasihat hukumnya;
d. tidak boleh ada tekanan fisik ataupun mental, siksaan, perlakuan
tidakmanusiawi atau merendahkan yang dikenakan kepada tersangka, saksi
atau korban dalam upaya memperoleh informasi;
e. tidak seorangpun boleh dipaksa untuk mengaku atau memberi kesaksian
tentang hal yang memberatkan dirinya sendiri;
f. korban dan saksi harus diperlakukan dengan empati dan penuh
pertimbangan;
g. kegiatan-kegiatan investigasi harus dilakukan sesuai dengan hukum dan
dengan alasan yang tepat; dan
h. kegiatan investigasi yang sewenang-wenang maupun yang dilakukan tidak
sesuai dengan peraturan, tidak diperbolehkan.
BAB V
TUGAS PEMELIHARAAN KAMTIBMAS BERLANDASKAN HAM
Bagian Kesatu
Perilaku Petugas
Pasal 39
(1) Sebagai anggota Polri yang bertugas di bidang pemeliharaan kamtibmas, wajib
memahami tugas kewajibannya untuk memantau situasi-situasi kekacauan umum
yang serius atau yang mengandung resiko ancaman besar terhadap keamanan
dan ketertiban masyarakat.
(2) Setiap .....
35
(2) Setiap petugas wajib :
a. memperlakukan korban, saksi, tersangka/tahanan dan setiap orang yang
membutuhkan pelayanan polisi secara adil dan profesional sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
b. memberikan perlindungan kepada pelapor/saksi/saksi ahli dan tersangka
secara fisik maupun psikis dari segala bentuk ancaman dan rasa ketakutan;
c. memberikan perlindungan dan pengayoman kepada setiap masyarakat
yang meminta pertolongan karena mendapat ancaman atau tekanan dari
pihak lain; dan
d. melakukan tindakan yang perlu dalam rangka perlindungan terhadap setiap
jiwa raga, harta benda dan lingkungan hidup masyarakat dari segala bentuk
gangguan kamtibmas.
(3) Setiap Pejabat Polri harus senantiasa mengembangkan dan meningkatkan
pelatihan-pelatihan kepada para anggotanya, terutama mengenai taktik-taktik
komunikasi, negosiasi, perlindungan, pengayoman, pengamanan, penertiban dan
pelayanan masyarakat.
Pasal 40
Dalam melaksanakan tugas pemeliharaan kamtibmas setiap anggota Polri dilarang:
a. berperilaku arogan, sewenang-wenang atau menyakiti hati rakyat, sehingga
menimbulkan antipati atau merugikan rakyat;
b. melakukan tindakan secara diskriminatif;
c. melindungi pelaku pelanggar hukum atau salah satu pihak yang perkaranya
sedang ditangani;
d. sengaja menutupi kesalahan pihak yang perkaranya sedang ditangani;
e. meminta imbalan kepada masyarakat dengan alasan sebagai jasa pengamanan
atau biaya operasional untuk pelaksanaan tugas kepolisian;
f. melaksanakan razia atau operasi kepolisian secara liar atau tanpa dilengkapi surat
perintah dinas atau izin dari atasan yang berwenang;
g. melakukan razia atau tindakan kepolisian dengan cara mempublikasikan kegiatan
yang melanggar asas praduga tak bersalah atau melanggar hak privasi.
h. sengaja membiarkan atau menelantarkan orang yang membutuhkan pertolongan
untuk keselamatan harta atau jiwanya; dan
i. melakukan tindakan kepolisian yang sangat berlebihan, sehingga menimbulkan
kerugian bagi masyarakat ataupun bagi Polri.
Bagian Kedua …..
36
Bagian Kedua
Perlindungan HAM Dalam Situasi Darurat
Pasal 41
(1) Dalam menghadapi situasi darurat yang dinyatakan secara resmi oleh pejabat
yang berwenang, anggota Polri berkewajiban melakukan upaya penertiban secara
bertanggung jawab sekalipun harus melalui tindakan yang dapat mengurangi atau
membatasi hak-hak sipil dan hak politik.
(2) Hak-hak sipil dan hak politik yang tidak dapat dikurangi dalam menghadapi
keadaan darurat adalah pemenuhan atas hak-hak berikut:
a. hak untuk hidup;
b. hak untuk tidak disiksa;
c. hak untuk tidak diperbudak;
d. hak untuk tidak dipenjarakan atas ketidakmampuannya memenuhi suatu
kewajiban;
e. hak untuk tidak dinyatakan bersalah atas perbuatan pidana yang bukan
merupakan tindakan pidana pada saat dilakukannya baik berdasarkan
hukum nasional maupun internasional; dan
f. hak untuk bebas berpikir, berkeyakinan dan beragama.
(3) Hak-hak sipil dan hak politik yang dapat dikurangi dalam menghadapi keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a. hak untuk mengemukakan pendapat;
b. hak untuk memilih dan dipilih;
c. hak untuk berkumpul/berserikat;
d. hak untuk dicabut kewarganegaraannya;
e. hak untuk memperoleh informasi; dan
f. hak untuk berpindah tempat atau bertempat tinggal.
(4) Tindakan-tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. benar-benar dibutuhkan dalam keadaan darurat;
b. sejalan dengan kewajiban lain menurut hukum yang berlaku; dan
c. tidak diskriminatif dengan alasan ras, suku/etnik, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama/kepercayaan, ataupun status sosial.
(5) Alasan perlunya penerapan keadaan darurat dan jangka waktu keadaan darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diumumkan kepada umum.
Bagian Ketiga .....
37
Bagian Ketiga
Perlindungan HAM Dalam Kerusuhan Massal
Pasal 42
(1) Setiap anggota Polri dalam situasi kerusuhan massal wajib melaksanakan tugas
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat secara profesional dengan
tetap menghargai dan melindungi HAM terutama hak-hak yang tidak dapat
dikurangi pada setiap saat dan dalam keadaan apapun.
(2) Dalam hal pemerintah melakukan upaya penertiban dalam menghadapi kerusuhan
massal dengan tindakan yang dapat mengurangi hak-hak penduduknya, setiap
petugas wajib mematuhi ketentuan tentang penerapan tindakan pemerintah
dengan tetap melindungi HAM.
Pasal 43
(1) Dalam upaya mengatasi kerusuhan massal, setiap anggota Polri wajib
menerapkan urutan tindakan mulai dari penggunaan kekuatan yang paling lunak
atau pendekatan persuasif, sebelum melakukan penindakan represif atau
penegakan hukum berdasarkan prinsip legalitas, nesesitas dan proporsionalitas.
(2) Setiap anggota Polri dalam rangka mengatasi kerusuhan dilarang melakukan
tindakan berlebihan yang dapat mengakibatkan kerusakan tempat kejadian atau
lingkungan tanpa alasan yang sah.
(3) Setiap anggota Polri dalam melaksanakan penindakan kerusuhan dengan alasan
apapun harus tetap mengupayakan sesedikit mungkin timbulnya korban jiwa atau
kerusakan yang tidak perlu.
Pasal 44
(1) Setiap anggota Polri dilarang melakukan tindakan kekerasan dengan dalih untuk
kepentingan umum atau untuk penertiban kerusuhan.
(2) Setiap anggota Polri dilarang keras melakukan tindakan kekerasan terhadap orang
yang telah menyerahkan diri atau yang ditangkap.
Bagian Keempat
Penggunaan Kekuatan/Tindakan Keras dan Senjata Api
Pasal 45
Setiap petugas Polri dalam melakukan tindakan dengan menggunakan kekuatan/
tindakan keras harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. tindakan dan cara-cara tanpa kekerasan harus diusahakan terlebih dahulu;
b. tindakan keras hanya diterapkan bila sangat diperlukan;
tindakan .....
38
c. tindakan keras hanya diterapkan untuk tujuan penegakan hukum yang sah;
d. tidak ada pengecualian atau alasan apapun yang dibolehkan untuk menggunakan
kekerasan yang tidak berdasarkan hukum;
e. penggunaan kekuatan dan penerapan tindakan keras harus dilaksanakan secara
proporsional dengan tujuannya dan sesuai dengan hukum;
f. penggunaan kekuatan, senjata atau alat dalam penerapan tindakan keras harus
berimbang dengan ancaman yang dihadapi;
g. harus ada pembatasan dalam penggunaan senjata/alat atau dalam penerapan
tindakan keras; dan
h. kerusakan dan luka-luka akibat penggunaan kekuatan/tindakan keras harus
seminimal mungkin.
Pasal 46
(1) Semua petugas harus dilatih tentang keterampilan menggunakan berbagai
kekuatan, peralatan atau senjata yang dapat digunakan dalam penerapan tindakan
keras.
(2) Semua petugas harus dilatih tentang penggunaan teknik-teknik dan cara-cara
yang tidak menggunakan kekerasan.
Pasal 47
(1) Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan
untuk melindungi nyawa manusia.
(2) Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk:
a. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa;
b. membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat;
c. membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat;
d. mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang;
e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan
melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan
f. menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang
lebih lunak tidak cukup.
Pasal 48 .....
39
Pasal 48
Setiap petugas Polri dalam melakukan tindakan kepolisian dengan menggunakan senjata
api harus memedomani prosedur penggunaan senjata api sebagai berikut:
a. petugas memahami prinsip penegakan hukum legalitas, nesesitas dan
proporsionalitas.
b. sebelum menggunakan senjata api, petugas harus memberikan peringatan yang
jelas dengan cara:
1. menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang
bertugas;
2. memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran
untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan
3. memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi.
c. Dalam keadaan yang sangat mendesak dimana penundaan waktu diperkirakan
dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bagi petugas atau orang lain
disekitarnya, peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak perlu
dilakukan.
Pasal 49
(1) Setelah melakukan penindakan dengan menggunakan senjata api, petugas wajib:
a. mempertanggungjawabkan tindakan penggunaan senjata api;
b. memberi bantuan medis bagi setiap orang yang terluka tembak;
c. memberitahukan kepada keluarga atau kerabat korban akibat penggunaan
senjata api; dan
d. membuat laporan terinci dan lengkap tentang penggunaan senjata api.
(2) Dalam hal terdapat pihak yang merasa keberatan atau dirugikan akibat
penggunaan senjata api oleh petugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
maka:
a. petugas wajib membuat penjelasan secara rinci tentang alasan penggunaan
senjata api, tindakan yang dilakukan dan akibat dari tindakan yang telah
dilakukan;
b. pejabat yang berwenang wajib memberikan penjelasan kepada pihak yang
dirugikan; dan
c. tindakan untuk melakukan penyidikan harus dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perndang-undangan.
BAB VI .....
40
BAB VI
PERLINDUNGAN HAM
DALAM TUGAS PELAYANAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Prinsip Pelayanan Masyarakat
Pasal 50
(1) Dalam melaksanakan tugas pelayanan masyarakat setiap anggota Polri wajib:
a. memberikan pelayanan yang adil, tanpa membedakan ras, suku, agama/
kepercayaan, golongan, status sosial, ekonomi, dan jenis kelamin;
b. memberikan pelayanan dengan memperhatikan harapan dan kebutuhan
masyarakat;
c. memberikan pelayanan dengan memperhatikan prinsip kesamaan di depan
hukum; dan
d. memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus bagi kelompok rentan.
(2) Setiap pejabat Polri wajib menyelenggarakan pengawasan terhadap pelayanan
masyarakat yang dilakukan oleh anggotanya agar dapat menjamin penerapan
prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Bagian Kedua
Pelayanan Korban dan Saksi
Pasal 51
(1) Setiap korban atau saksi dalam perkara yang sedang ditangani dalam proses
peradilan berhak untuk:
a. mendapatkan kesamaan dan memperoleh keadilan (equal and effective
access to justice);
b. pemulihan kembali atas penderitaan yang dialami akibat kejahatan ataupun
kesalahan penanganan (miscarriage of justice);
c. mendapatkan ganti kerugian;
d. mengakses atau memperoleh informasi berkaitan dengan kejahatan dan
rehabilitasi (access to relevant information concerning violations and
reparation);
e. mendapat perlakuan dengan penuh perhatian dan rasa hormat terhadap
martabatnya;
f. memperoleh .....
41
f. memperoleh informasi mengenai peran mereka, jadwal waktu, dan
kemajuan yang telah dicapai dalam penanganan kasus mereka;
g. dijamin privasi mereka, serta melindungi mereka dari intimidasi dan balas
dendam; dan
h. menerima bantuan materi, medis, psikologis, dan sosial yang cukup dari
pemerintah ataupun sukarelawan.
(2) Untuk meningkatkan pelayanan hak korban atau saksi, Polri melaksanakan upaya
kerja sama, koordinasi dan sinergitas dengan instansi /lembaga terkait.
Pasal 52
Setiap anggota Polri dalam memberikan pelayanan kepada korban wajib menjaga
martabat dan menghormati korban, dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
a. bersikap empati dalam menangani korban dengan memperhatikan kondisi korban
yang sedang mengalami trauma emosional, terutama korban penganiayaan,
pemerkosaan, perlakuan tidak senonoh, penyerangan, dan perampokan;
b. menunjukkan ketulusan dan kesungguhan untuk memberi pelayanan kepada
korban;
c. memberikan bantuan dan menunjukkan empati kepada korban kejahatan;
d. tidak melakukan tindakan negatif yang dapat memperburuk situasi;
e. tidak menunjukkan kesan sinis atau menuduh korban sebagai penyebab terjadinya
kejahatan;
f. tidak melakukan pemeriksaan orang yang sedang mengalami guncangan jiwa
(shock);
g. memberikan kesempatan kepada korban untuk berkonsultasi dengan dokter; dan
h. mencarikan bantuan pekerja sosial atau relawan pendamping serta bantuan
hukum, jika diperlukan.
Pasal 53
Setiap anggota Polri dalam memberikan pelayanan kepada korban dilarang melakukan
tindakan yang dapat merugikan korban, antara lain:
a. meminta biaya sebagai imbalan pelayanan;
b. meminta biaya operasional untuk penanganan perkara;
c. memaksa korban untuk mencari bukti atau menghadirkan saksi/ tersangka; dan
d. menelantarkan atau tidak menghiraukan kepentingan korban;
e. mengintimidasi .....
42
e. mengintimidasi, mengancam atau menakut-nakuti korban;
f. melakukan intervensi/mempengaruhi korban untuk melakukan tindakan yang
melanggar hukum;
g. merampas milik korban; dan
h. melakukan tindakan kekerasan.
Pasal 54
Setiap anggota Polri dalam memberikan pelayanan terhadap saksi wajib menjaga
martabat dan menghormati korban, dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
a. bersikap empati dan menunjukkan ketulusan dan kesungguhan untuk memberi
pelayanan;
b. tidak mencela atau menuduh saksi sebagai penyebab atau terlibat dalam
kejahatan;
c. tidak melakukan pemeriksaan kepada saksi yang sedang tidak dalam keadaan
sehat atau dalam keadaan guncangan jiwa (shock);
d. memberikan kesempatan kepada saksi sesuai dengan hak-haknya; dan
e. memberitahukan perkembangan penanganan perkara.
Pasal 55
Setiap anggota Polri dalam memberikan pelayanan kepada saksi dilarang melakukan
tindakan yang dapat merugikan saksi, antara lain:
a. meminta biaya sebagai imbalan pelayanan;
b. meminta biaya operasional untuk penanganan perkara;
c. memaksa saksi untuk mencari bukti atau menghadirkan tersangka;
d. menelantarkan atau menunda waktu pemeriksaan yang dijadwalkan;
e. tidak menghiraukan kepentingan saksi;
f. mengintimidasi, menakuti atau mengancam saksi;
g. melakukan intervensi/mempengaruhi saksi untuk memberikan keterangan dalam
pemeriksaan;
h. membatasi hak dan atau kebebasan saksi;
i. merampas milik saksi; dan
j. melakukan tindakan kekerasan.
Bagian Ketiga .....
43
Bagian Ketiga
Perlindungan HAM Bagi Anggota Polri
Pasal 56
(1) Setiap anggota Polri harus bebas dari perlakuan sewenang-wenang dari
atasannya.
(2) Setiap anggota Polri yang menolak perintah pimpinan yang nyata-nyata
bertentangan dengan hukum berhak mendapat perlindungan hukum (immunity).
(3) Setiap anggota Polri berhak meminta perlindungan hukum kepada pimpinannya
atas pelaksanaan tugas yang telah diperintahkan oleh pejabat Polri kepada
anggotanya.
Pasal 57
(1) Setiap pejabat Polri wajib memperhatikan keadaan kesehatan anggotanya.
(2) Setiap pejabat Polri wajib mempertimbangkan kemampuan anggotanya yang akan
diberikan perintah penugasan.
(3) Setiap Pejabat Polri dilarang mengeksploitasi anggotanya atau memerintahkan
anggota Polri untuk melakukan tindakan untuk kepentingan pribadinya yang di luar
batas kewenangannya.
(4) Setiap pejabat Polri wajib memberikan perlindungan HAM bagi anggotanya,
terutama di dalam melaksanakan tugas kepolisian.
(5) Setiap pejabat Polri wajib mengusahakan kecukupan peralatan tugas anggotanya,
sehingga dapat menghindarkan atau mengurangi terjadinya tindakan yang
melanggar HAM yang dilakukan oleh anggotanya.
(6) Setiap pejabat Polri bertanggung jawab atas resiko pelaksanaan tugas yang
diperintahkan olehnya.
(7) Tanggung jawab atas resiko pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) mencakup pertanggung jawaban pidana maupun administrasi.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 58
(1) Setiap anggota Polri wajib memahami aturan tentang HAM.
(2) Setiap .....
44
(2) Setiap anggota Polri wajib menerapkan aturan tentang HAM dalam melaksanakan
tugasnya.
(3) Setiap anggota Polri wajib meningkatkan pemahaman dan kemampuan diri dalam
menerapkan aturan tentang HAM di dalam pelaksanaan tugasnya.
Pasal 59
(1) Setiap pejabat Polri wajib menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan
pemahaman HAM di lingkungan tugasnya.
(2) Setiap pejabat Polri yang berwenang wajib mengalokasikan anggaran untuk
pembinaan kesadaran dan pemahaman HAM di lingkungan tugasnya.
(3) Setiap pejabat Polri wajib melakukan evaluasi perkembangan pemahaman dan
kemampuan penerapan HAM di lingkungan tugasnya.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 60
(1) Setiap pejabat Polri wajib:
a. melakukan pengawasan penerapan HAM, terutama di lingkungan
anggotanya;
b. memberikan penilaian bagi anggota Polri dalam menerapkan prinsip HAM
dengan memberikan penghargaan bagi yang berprestasi;
c. memberikan tindakan koreksi terhadap tindakan anggotanya yang tidak
sesuai dengan prinsip perlindungan HAM; dan
d. menjatuhkan sanksi terhadap anggota Polri yang melakukan tindakan yang
bertentangan dengan prinsip perlindungan HAM dalam pelaksanaan tugas.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dijatuhkan melalui proses
penegakan disiplin, penegakan etika kepolisian dan/atau proses peradilan pidana.
Pasal 61
(1) Untuk meningkatkan efektivitas pengawasan penerapan HAM di lingkungan tugas
Polri, diselengarakan kerja sama dan koordinasi dengan instansi terkait,
akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat.
(2) Dalam hal terjadi tindak pidana pelanggaran HAM yang dilakukan oleh anggota
Polri, penyidikan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII .....
45
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 62
Peraturan Kapolri ini mencakup pokok-pokok penyelenggaraan HAM secara umum dan
perlu dilengkapi dengan pedoman pelaksanaan yang lebih rinci untuk masing-masing
fungsi di lingkungan pelaksanaan tugas Polri.
Pasal 63
Pada saat peraturan ini mulai berlaku, semua peraturan mengenai prinsip dan standar
HAM dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini.
Pasal 64
Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juni 2009
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
T.T.D.
Drs. H. BAMBANG HENDARSO DANURI, M.M.
JENDERAL POLISI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juni 2009
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA
T.T.D.
ANDI MATTALATTA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 150
Paraf:
1. Kadivbinkum Polri/Konseptor : Vide Draft
2. Kasetum Polri : ……….
3. Wakapolri : ……….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar