Selasa, 08 September 2009

Seputar Aspirasi Pembentukan Provinsi Madura

Prof Ryaas Rasyid, Madura Layak Jadi Provinsi

Ryass Rasyid, pakar Otonomi Daerah & Anggota Komisi II DPR RI 'Madura Bisa Jadi Provinsi' Jika Madura ingin jadi provinsi, di antaranya harus disetujui semua DPRD se-Madura. Makanya kalau memang serius, sudah perlu dipersiapkan terlebih dulu. Jika sudah, diajukan ke pusat. Nantinya akan dipersiapkan dua tim. Tim pertama yang akan dipimpin Mendagri bersama beberapa anggota gabungan untuk mengkaji hal teknis. Sedangkan aspek politiknya, tim dilakukan tim kedua, dari Komisi II DPR RI. Tim ini akan memantau secara langsung apakah keinginan menjadi propinsi Madura sebagai cerminan dari keinginan rakyat secara keseluruhan, termasuk apa manfaatnya bagi masyarakat banyak. Tentang risiko kalau terjadi pemekaran, semua pasti ada untung-ruginya, ada risiko dan manfaatnya. Risikonya untuk menjadi propinsi jelas akan menambah beban anggaran bagi daerah itu. Karena harus menyiapkan perkantoran gubernur dan personelnya. Dalam hal ini Pemerintah tidak memberikan subsidi untuk biaya pangkal, yang kalau dulu selama beberapa tahun miliaran rupiah untuk biaya pembangunan, modal bagi daerah pemekaran hanya untuk biaya pemerintahan. Namun seluruh komponen Madura tidak perlu berkecil hati. Sebab dengan terjadinya pemekaran bagi Madura., nantinya masalah-masalah (kewenangan) pemerintah pusat akan diserahkan pada daerah itu (Madura) untuk mengelolanya. Misalnya kekayaan laut, jika kabupaten hanya 4 mil dari garis pantai. Bila jadi propinsi, penguasaan laut bisa mencapai 12 mil. Jika banyak tambangnya, bisa lebih banyak menerima pendapatan untuk membangun daerahnya. Keuntungan lain, bila Madura jadi provinsi, masyarakat Madura banyak berbuat di daerahnya. Bisa jadi gubernur, kepala dinas, jelas amat terbuka luas. Dan yang pasti pada implementasinya masyarakat Madura, tak hanya tergantung dari Propinsi Jatim seperti selama ini.

Aspirasi Masyarakat, Bukan Elit Madura

Salah satu syarat dikabulkannya pemekaran sebuah daerah, adalah aspirasi pemekaran itu berangkat dari aspirasi masyarakat. Berikut ini akan dipaparkan sejumlah bukti bahwa keinginan pembentukan Provinsi Madura berangkat dari masyarakat Madura.
Sekedar penyegaran, di tahun 1999, bermula dari pertanyaan yang diajukan Prof. DR, Ryaas Rasyid, saat menjabat Manteri Otonomi Daerah pada kebinet Presiden Abdurahman Wahid, kepada Bupati Bangkalan dan sejumlah Ulama lainnya. .
Fakta itu didapat Tim Litbang (penelitian dan pengembangan) Organisasi Masyarakat (Ormas) Forum Komunikasi Lintas Madura Jakarta (FKLMJ), melalui riset data yang dilakukan sejak 2005.. Disebutkan kalimat 'Provinsi Madura' untuk pertama kalinya, ternyata tidak lahir dari seorang tokoh/pejabat atau ulama Madura, melainkan dari sosok Prof Dr, Ryaas Rasyid.
"Waktu itu (Tahun 1999) Bupati Bangkalan bersama ulama datang ke saya. Mereka tak berbicara Madura jadi propinsi, malah saya yang katakan apakah Madura tidak ingin jadi propinsi," tanya, Prof. Dr. Ryaas Rasyid. Dan inilah kiranya 'tonggak sejarah', lahirnya keinginan masyarakat Madura untuk menaikkan status Madura menjadi provinsi.

Berangkat dari pertanyaan Prof. Ryaas Rasyid, tokoh, ulama, LSM, pejabat Madura menindaklanjutinya dengan mengadakan Pra-semiloka Nasional dengan tema Madura Menyongsong Otonomi Daerah dibuka Ryaas Rasyid dan ditutup Yusril pada 04/12/99. Pada 5 Desember 1999, Menteri otonomi daerah Ryaas Rasyid, melanjutkan pertemuan dan silaturrahmi dengan ulama se-Madura bertempat di Ponpes Syaichona Cholil asuhan KH Abdullah Schal. Pada hari yang sama, Ryaas Rasyid pun menuju Gedung Serba Guna Universitas Bangkalan, untuk membuka secara resmi acara Semiloka Nasional. Acara ini tentu menjadi Fase Pertama perkembangan Wacana Propinsi Madura.
Dalam dialog di Ponpes Syaichona Cholil, dibicarakan soal Propinsi Madura. "Jika Madura ingin jadi propinsi, kalau memang serius, perlu dipersiapkan. Berangkat dari aspirasi masyarakat, bentuk kesepakatan politis DPRD se-Madura, yang kemudian diajukan ke pusat, sehingga pusat nantinya akan membentuk dua tim. Tim pertama membicarakan aspek teknis kelayakan Madura menjadi Propinsi, dalam hal ini dipimpin pemerintah dan tim kedua, berkenaan dengan aspek politis, yakni menyelidiki apakah pembentukan Propinsi Madura merupakan aspirasi masyarakat madura, dalam tim ini dilakukan oleh Komisi II DPR RI," jelas Ryaas Rasyid.

Pada perkembangan selanjutnya, wacana Propinsi Madura pun dibicarakan kembali dalam acara sarasehan terpadu bertempat Ponpes Al Amin Prenduan Sumenep, dengan tema "Menuju Masyarakat Madura yang Madani", 27/1299. Hal penting dalam acara sarasehan tersebut, yang diprakarsai Bassra dan Biro Litbang Al-Amien, yakni pernyataan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo yang hadir dalam acara sarasehan.
Setelah didesak peserta sarasehan terpadu untuk merestui Madura jadi propinsi, Gubernur Jatim Imam Utomo akhirnya pasrah. Dia menyerahkan sepenuhnya pada masyarakat Madura tentang masa depannya. "Saya serahkan pada masyarakat Madura yang berkeinginan Madura jadi propinsi. Namun saya ingatkan agar dilakukan pengkajian yang mendalam lebih dulu, jangan terburu-buru," katanya di hadapan ratusan peserta sarasehan terdiri Bupati se-Madura (kecuali Sampang) beserta Muspida, pimpinan dan anggota DPRD se-Madura (kecuali Sampang), ulama, tokoh masyarakat, pemuda serta mahasiswa .( Sumenep - Surabaya Post, Selasa, 28 Desember 1999).

Hal penting lain yang dapat dipetik dalam sarasehan itu adalah, bahwa sebagai tindak lanjut dari sarasehan terpadu, harus dibentuk tim khusus untuk mempersiapkan Madura jadi Propinsi. Penentuan personel tim yang diserahkan ke Bassra (Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura) ini akan merekomendasikan pada DPRD Tk II se-Madura agar meneruskan kepusat tentang keinginan Madura jadi Propinsi.
Aspirasi untuk menjadikan madura Provinsi datang dari, LSM Bersatu Kepulauan, pimpinan Drs. Ach. Zain. Pada 20/09/99, LSM bersatu menghadap Presiden Abdurahman Wahid, untuk menyampaikan keinginan masyarakat kepulauan Sumenep untuk berpisah menjadi Kabupaten tersendiri. Langkah tersebut, menjadi bukti demikian kuatnya keinginan untuk membentuk Propinsi Madura.

Bukti secara institusi, bahwa pemekaran Madura menjadi Provinsi berangkat dari masyatakat Madura, adalah seperti yang dikatakan Ketua Fraksi madani DPRD Pamekasan A.Fauzan Elfa, Selasa 20 September 2005.
"Ide ini kan sebenarnya sudah cukup lama diutarakan masyarakat Madura, makanya ini perlu langkah taktis kata mantan ketua HMI Cabang Malang ini. Yang perlu dipikirkan, lanjut Ketua DPD PAN Pemekasan ini, bagaimana memikirkan semua prasyarat pembentukan Provinsi Madura. Misalnya diperlukan minimal lima Kabupeten , pelu do'a restu dari pemerintah pusat," kata A. Fauzan Elfa ( *Tim Suara Daerah ).


Sembilan Alasan Mengapa Provinsi Madura

1. Rendahnya PDRB Madura
Tingkat perkembangan wilayah Pulau Madura relatif rendah bila dibandingkan dengan wilayah lain di Jawa Timur, yang disebabkan oleh belum terexploitasinya potensi wilayah tersebut, sehingga peluang kerja (employment) menjadi rendah dan mengakibatkan tingkat perpindahan penduduk (migrasi) relatif besar. Hal ini ditandai dengan besaran PDRB di wilayah Pulau Madura yang masih dibawah PDRB daerah sekitarnya dan Wilayah Utara Jawa Timur.
Perbandingan PDRB Tahun 1999 atas Dasar Harga Berlaku :
No Dae.Madura Daerah Jawa
Kab. Rp. Juta Kab. Rp. Juta
1.Bkln 1.818.169,74 Sby 30.733.717,24
2.Smpg 1.869.437,97 Grsk 7.912.922,19
3.Pmks 1.379.684,72 Sidjo 2.402.511,57
4.Smp 3.125.015,17 Tubn 3.852.445,87

2. Minimnya Infrastruktur Madura :Hingga kini infrastruktur (Ekonomi,Sos-Bud, Hukum) .
3. Lemahnya Sinergi Pemerintahan Empat Pemkab Di Madura.
4. Penyusunan RAPBD Madura dipertanyakan, penyusunan APBD belum berbasis masyarakat.
5. Nasib Madura Kepulauan Kerap Terabaikan?
6. Pengembangan UKM Madura, Tak Terarah, terutama dalam hal pinjaman modal ?
7. Sistem Pendidikan Madura masih Carut Marut ?
8.Mestinya, Jalan (Provinsi) Madura menjadi Satu Arah & jalan provinsi yang ada saat ini tidak terawat, jalan berlobang, bergelombang sehingga kerap menimbulkan kecelakaan ?
9 Kriminalitas Di Madura meningkat setiap tahunnya ? Di thn 2006, angka Kriminalitas Naik 30 Persen di Pamekasan khususnya. hn 2005 meningkat 30 persen dibanding thn 2004 lalu. Data di Polwil Madura, thn lalu hanya terjadi 1.140 kasus kriminal. thn kini hingga 1.474 kasus, Hal ini terjadi karena keterourukan sosial ekonomi.

(Sumber :Tim Litbang Ormas FKLMJ).



Komite Pembentukan Provinsi Madura

Kendati pemerintah pusat (PresidenSBY) menginstruksikan, Gubernur Jatim Imam Oetomo untuk segera menyiapkan pembentukan Badan Otorita Madura (BOM), yang kemudian memgecilkan pembentukan BOM menjadi BP2WS (Badan Percepatan Pengembangan Wilayah Suramadu), Bupati dan DPRD se-Madura tidak serta merta 'mengubur' aspirasi masyarakat Madura yang mengiinginkan Madura menjadi Provinsi.(Berikut Gambar struktur sebuh komite).
Sebuah pertanyaan mendasar muncul dari kalangan muda Madura, 'Otorita Madura, Mengapa Bukan Provinsi?'. Perlu dipertanyakan, mengapa SBY hanya ingin membentuk BOM? Mengapa pula gubernur menafsirkan instruksi presiden sesempit itu (mengecilkan menjadi BP2WS) ? Apakah BOM tersebut ditujukan untuk mengalihkan perhatian isu provinsi Madura, menyusul Provinsi Banten, Bangka-Belitung, dan Gorontalo yang dibentuk sekitar lima tahun lalu? Inpres SBY, tentu harus dihormati, akan tetapi, bukan berarti aspirasi masyarakat Madura untuk menjadikan Madura provinsi menjadi diabaikan.Dalam arti, adanya BP2WS tidak bisa ditukar dengan aspirasi masyarakat Madura yang ingin menjadikan Madura menjadi Provinsi, sejak 1999 yang lalu.
Untuk itu, Pemerintah kabupaten & DPRD se-Madura harus tetap mengagendakan untuk membentuk Tim khusus yang tugasnya mempersiapkan,mendesign, mengkoordinasi dan mencari solusi modal awal (Biaya Pangkal) untuk melakukan pemekaran (Provinsi Madura). Masyarakat Madura tentu harus mendesak secara terus menerus kepada Bupati & DPRD se-Madura untuk membentuk Komite Pemekaran Madura secara resmi, berdasarkan peraturan perundangan tentang pemekaran wilayah. Dan bilamana empat Bupati dan empat Ketua DPRD di Madura, ada salah satu yang enggan tanda tangan, atau tidak mau melaksanakan keputusan politis untuk pemekaran Madura menjadi provinsi, misalnya dengan membentuk komite pemekaran Madura menjadi provinsi, maka tentu, menjadi kewajiban masyarakat Madura untuk bertanya atau bahkan menurunkan Bupati dan atau Ketua DPRD di Madura, sebelum masa jabatannya berakhir. Berkenaan dengan, para tokoh Madura yang menyatakan diri sebagai Tim Sembilan, yang bertugas mematangkan persiapan menuju Provinsi Madura, sebagaimana dilansir sebuah harian nasional (13/12/06), perlu dipertanyakan, apakah merupakan refresentatif dari masyarakat Madura keseluruhan? Apa mungkin hanya dengan sembilan orang, bisa melakukan pematangan sampai pada terbentuknya Provinsi Madura? Desain Provinsi Madura Salah satu tugas besar Komite Pmbentukan Provcinsi Madura Menjadi Provinsi, adalah antara lain mempersiapkan layout Provinsi Madura. Berkenaan dengan layout Provinsi madura, maka mengacu pada apa yang dikatakan KH Imam Buchari Cholil (Radar Madura 19/ 12/05), pada 2004 lalu, sebelum memasuki Pilpres tahap kedua, ulama se-Madura mempersiapkan kontrak politik bagi pasangan Capres-Cawapres. Bahkan, para ulama telah menyiapkan desain atau lay-out Provinsi Madura. "Setting Provinsi sudah disiapkan . Mulai dari ibu kota provinsi, Pemkot maupun Pemkabnya. Ibu kota provinsi berada di Pemekasan. Dikaresidenan itu juga ada Pemkot," kata salah satu tim lobi pembentukan Provinsi Madura, Imam Buchari Cholil.. Selain itu, Komite Pemekaran Madura Menjadi Provinsi, juga harus, mempersiapkan SDM yang layak untuk menduduki jabatan-jabatan penting, pada saat Provinsi Madura terjadi. Kemudian, mengantisipasi perubahan, atau bahkan merubah kultur masyarakat Madura agar mengerti akan manfaat besar bila Madura menjadi provinsi. pengembangan potensi daerah secara terpadu, membuka akses daerah (perkampungan di Madura) yang dinilai masih terisolir seperti di beberapa daerah di Pantura Madura. Kongres Madura Adanya Kongres (Musyawarah Besar) Madura, setelah sebelumnya aspirasi masyarakat Madura tentang ide Provinsi Madura dilahirkan melalui sejumlah seminar di Madura, namun hasil kesepahaman seminar itu salah jalur, salah mekanisme dalam pengajuannya. Dimana waktu itu hasil kesepahaman malah diajukan kepada Gubernur Jatim, mestinya kesepahaman dilegitimasi dalam sidang paripurna DPRD se-Madura, sehingga kesepahaman empat kabupatan yang didasari keinginan masyarakat Madura terpenuhi. Alasan lain, kenapa perlu Kongres Madura, yang disebut sebagai kongres kedua, sebab kongres pertama suda terjadi pada beberapa kali seminar di Madura yang bertema berkaitan dengan ide Provinsi Madura, adalah untuk menjawabkeraguan sejumlah pejabat, tokoh, kyai, LSM yang mungkin belum mengerti atau pura-pura tidak mengerti dengan aspirasi masyarakat Madura yang menginginkan Madura menjadi provinsi. Satu contoh, pada sarasehan terpadu yang dilaksanakan Al Amien Prenduan 27/12/99. Dalam acara tersebut, muncul pernyataan dari ketua Kadin Sumenep, H, Husni Thamrin, yang mengatakan bahwa Bassra (Badan Silaturrahmi Seluruh Madura), yang notabene sebagai pengagas acara semiloka di Al Amien Prenduan, bukan merupakan refresentasi masyarakat Madura secara keseluruhan," kata H. Husni Thamrin. Di tahun 2006, masyarakat Madura kembali mempertanyakan, wacana pembentukan Propinsi Madura? Ini menjadi Fase Keempat perkembangan keinginan pembentukan Propinsi Madura. Kali itu pendapat dikemukakan, oleh anggota DPD RI Drs. H. Nuruddin A. Rahman SH, sampai saat ini Provinsi Madura masih sebatas wacana. Karena sejauh ini tidak pernah ada usulan yang masuk ke pusat soal keinginan pemekaran Madura menjadi provinsi. "Sehingga pusat mencatat Pembentukan Provinsi Madura hanya sebagai wacana," kata Nuruddin. Padahal, terang anggota Komisi pemekaran dan penggabungan daerah itu, Madura sangat layak untuk menjadi Propinsi. Yang penting ada kemauan rakyat, lalu Gubernur Jatim merekom, itu sudah bisa," kata Nuruddin. Berdasarkan sejumlah alasan di atas, maka menjadi penting bahkan sangat mendesak untuk segera dilakukan Kongres masyarakat Madura, dengan agenda pokok antara lain, pertama, segera mendeklarasikan kesiapan dan kelayakan Madura menjadi provinsi. Kedua, Kongres tersebut juga membentuk komite pemekaran Madura menjadi propinsi. Ketiga, me rekomendasikan kepada Bupati & DPRD se-Madura untuk segera membuat putusan politis, yang kemudian diteruskan ke Pemprov. Jatim bahkan ke Pemerintah Pusat & DPR RI. Biaya Tak Masalah Biaya besar, dalam pembentukan Provinsi Madura? Tentu saja, dan hal ini harus disikapi arif dan bijak. Dalam arti, setiap usaha pasti diperlukan modal awal, tanpa modal maka usaha tidak akan jalan. Dan dalam modal tentu ada hitung-hitungannya, bila usaha dinilai memiliki prospek yang cerah dimasa mendatang, maka modal besar, tentu bukanlah masalah. Demikian halnya dengan pemekaran Madura menjadi Provinsi. Modal pemekaran tentu tidak sedikit, namun dibanding dengan nilai lebih pada saat menjadi provinsi, maka modal awal yang besar tadi tidak ada arti apa-apa. Bila Madura menjadi provinsi tentu Madura yang akan memanajemen semuanya, mulai dari kebijakan, pendapatan, pengelolaan sumber daya alam dan lain sebagainya. Pemerintah Provinsi Madura bisa melakukan negoisasi ulang kepada pemerintah pusat terkait dengan pengelolaan sumber daya alam yang telah dan akan berlangsung di Madura seperti penanganan gas di Pengerungan Sumenep. Dengan demikian, Migas Pagerungan akan lebih memberi manfaat kepada masyarakat Madura, yang jumlahnya hampir 5 juta jiwa. Selain itu, Madura juga bisa membuka kawasan industri, yang bahan bakunya ada di madura sepert pabrik semen, pabrik Rokok, dan lain sebagainya. Kembali ke persoalan biaya pemekaran atau uang pangkal Provinsi Madura, tentu menjadi sangat berat ketika tidak ada satu kerja sama, terutama antara Pemkab se-Madura. Kerja sama pun bisa dilakukan dengan Pemrov Jatim, Pemerintah Pusat atau bahkan dengan sumber dana lainnya yang bisa memberikan pinjaman dengan bunga lunak. Sumber Suara Daerah, yang enggan disebut identitasnya, mengatakan, modal pemekartan Madura menjadi provinsi bukanlah soal, yang menjadi persoalan utama dalam pemekaran Madura menjadi provinsi adalah belum muncul sosok pemimpin (orang Madura) apakah dia seorang Bupati, ketua DPRD, Tokoh Masyarakat, atau bahkan Seorang Kyai besar di Madura yang mampu 'menyatukan mulut' para pejabat teras (Bupati & DPRD Se-Madira). Selama ini pejabat teras di Madura, masing berjalan sendiri-sendiri, tanpa mau tahu bagaimana nasib Madura ke-depan. "Yang penting dapat DAU dari Pemrov Jatim/Pusat, kemudian dihabiskan, dengan membuat proyek, yang kerap tidak bermutu bagi kepentingan infrastruktur di Madura," kata Sumber Suara Daerah. Dikatakan, soal modal untuk pemekaran Madura menjadi Provinsi harus disikapi secara optimis, kenapa? Seperti dilansir sebuah harian di Madura (21/12/06), untuk biaya Pilkada Bangkalan pada 2008 mendatang didok akan menghabiskan anggaran Rp. 20 M. Angka sebesar itu hingga saat menjadi pertanyaan banyak kalangan di Madura, dengan kata lain, Bangkalan dinilai menghambur-hamburkan uang. Kemudian, adanya acara jalan-jalan santai (JJU), bertema 'aku cinta sumenep', pada 18/12/06. Acara JJU tersebut ada dorprize Umroh bagi tiga orang yang berhasil. Bisa dibayangkan, berapa biaya Umroh ke Mekkah saat ini, tentu mencapai puluhan juta rupiah. Seandainya, pejabat di Madura ada kemauan (political wiil), maka modal pemekaqran Madura menjadi provinsi bisa diambilkan dari beberapa pos anggaran di masing-masing kabupaten. mulai dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Masih menurut sumber yang sama, daripada anggaran di Sumenep dikorupsi secara berjamaah, sebagaimana selebaran yang berisi korupsi di Sumenep mencapai Rp. 1 triliun, maka lebih baik anggaran lebih di Sumenep misalnya diperuntukkan untuk modal pemekaran Madura Menjadi Provinsi.

Madura Memenuhi Syarat Menjadi Provinsi

Moh. Syarif, dosen FE Unijoyo, kepada wartawan sebelumnya, mengatakan, ada beberapa pertimbangan umum yang cukup rasional untuk membentuk Provinsi Madura. Pertama, masyarakatnya memiliki kesamaan mentalitas dan budaya. Kedua, dari faktor geopolitik, Madura memiliki peluang dan prospek. Ketiga, Madura memiliki jumlah penduduk yang hampir mendekati empat juta jiwa. Keempat, ditinjau dari segi span of control, Madura "kurang terjangkau" oleh manajemen pemerintah daerah Jatim. Kelima, Madura memiliki potensi dan sumber daya yang belum sepenuhnya dipetakan serta dikelola secara baik. Keenam, konsep pembangunan yang baik adalah konsep pembangunan yang kolektif dan integrated serta tidak parsial. Dan ketujuh, ada potensi-potensi lain seperti sumber daya alam (SDA) yang selama ini masih belum dipetakan secara kongkret


Sura-Madu & Mimpi Jawa Timur

Sejak masih dalam perencanaan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memiliki obsesi di Kawasan Sekitar Suramadu Dalam arti, proyek Sura-madsu tidak sekadar membangun jembatan sepanjang 5,4 kilometer itu.
Seperti dilansir sebuah harian nasional, beberapa waktu lalu, disebutkan, Proyek Suramadu senilai 2,8 triliun, sebenarnya sudah direncanakan sejak jaman orde baru. Dalam Kepres nomor 39/1997, saat pemerintahan Soeharto, jembatan Suramadu merupakan satu dari 75 proyek besar yang akan dikerjakan, dan baru terealisasi 20 Agustus 2003, era Presiden Megawati Soekarnoputri.
Tentu saja proyek ini bukan sekedar jembatan panjang yang menghubungkan dua pulau. Sejumlah jalan akses ke berbagai jalur kota di Jatim juga dibangun mengiringi proyek Suramadu. Tidak hanya ke Surabaya, dari jembatan ini juga bisa juga langsung menuju tol arah Gresik maupun Sidoarjo. Begitu juga di sisi Madura, akan dibangun akses jalan menuju Sumenep, Pamekasan, dan Bangkalan. Singkat kata, Jatim benar-benar memiliki harapan besar terhadap Suramadu.
Setidaknya empat pembicara waktu itu telah menyampaikan paparannya, tentang Suramadu. Mereka adalah Pimpro Ir A.G. Ismail, Kepala Bappeprov Jatim Ir Hadi Prasetyo, Anggota tim sembilan Pemkot Surabaya Ir Santoso, dan Ketua DPD Real Estate Indonesi (REI) Jatim Teguh Kinarto. Gubernur Jatim Imam Utomo juga akan hadir sebagai keynote speaker.
Sebagai pimpro, A.G. Ismail "melaporkan" secara teknis pembangunan dari masing-masing bagian jembatan. Mulai dari cause way (bentang tepi atau bentang samping), approach bridge (jembatan pendekat), dan terakhir adalah main span (bentang utama) yang berada di tengah.
Sementara, rencana pengembangan kawasan Suramadu akan dipaparkan oleh Kepala Bappeprov Jatim Ir Hadi Prasetyo. Mantan dosen ITS ini mengaku siap menggambarkan proyek-proyek pengembangan di kawasan sekitar jembatan, baik di sisi Surabaya maupun sisi Madura.
Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jatim Teguh Kinarto, sebagai orang swasta murni, mencoba memotret apa saja yang akan berkembang di kawasan sekitar jembatan ini. Talenta bisnisnya akan berbicara mengenai peningkatan nilai kawasan tersebut. Menurut Teguh Kinarto, potensi kawasan sekitar Suramadu sangat besar. Bisa dikembangkan untuk proyek apapun, termasuk perumahan.
Apa yang cocok untuk dikembangkan di sisi Surabaya dan sisi Madura, sudah barang tentu akan berbeda. Teguh berjanji akan menyampaikan berbagai sudut pandang tentang bisnis yang sangat mungkin dikembangkan di dua kawasan ini. Bagi pengusaha, kawasan sekitar Suramadu seperti 'tambang emas' yang menyilaukan.
Untuk mewujudkan itu semua, kata Teguh Kinarto. perlu infrastruktur yang memadai. Salah satuya adalah ketersediaan lahan yang sesuai.

KEKAYAAN Kab. SUMENEP

I. Sektor Industri komoditi andalan : 1. Ukiran Kayu : Pragaan, Dungkek. 2. Anyaman bambu: Seronggi 3. Anyaman Pandan Dasuk, Giligenting, Talango 4. Kulit Kerang : Saronggi 5. Batik Tulis : Bluto 6. Pandai Besi : Batang-Batang 7. Keris : Seronggi 8. Gukla Siwalan : pragaan, Gapira, Dungkek, Batang-batang 9. Petis Ikan dan Terasi : Pasongsongan, Ambunten, Batu Putih 10. Kerupuk Ikan : Kertasada, dungkek, talango 11. Keripik Singkong : Mading , batu Putih 12. Kripik Teki : Kalianget 13. Rengginang : Pragaan. II. Sektor Industri Komoditi ekspor : 1. Teri Nasi, produksi 869,1 ton per tahun dengan tujuan Jepang 2. kerapu, produksi 1,068 ton dengan tujuan Hongkong dan Singapura. 3. Lobster Hidup, produksi 5,6 ton per tahun dengan negera tujuan Hongkong dan Singapura. 4.Teripang, produksi 7,3 ton per tahun dengan negara tujuan Korea 5. Sirip Ikan Hiu, Produksi 0,5 ton pertahun dengan negera tujuan Singapura. III. Industri Komoditi Ikan Segar : 1.Udang Segar, Produksi 671,7 ton dengan tujuan Surabaya. 2. Tongkol, produksi 486,7 ton pertahun dengan tujuan Surabaya 3. Tengiri, Produksi 915, 9 ton per tahun dengan tujuan Surabaya. 4. Bawal Hitam/putih produksi 372,2 ton dengan tujuan Surabaya 5. Cumi-cumi, produksi 58 ton per tahun dengan tujuan Surabaya. 6. Kakap merah, produksi 155,5 ton dengan tujuan Surabaya. IV. Industri Komoditi Olahan: 1. Ikan kering campuran, Produksi 11,451,3 ton dengan daerah tujuan Banyuwangi, Pasuruan, Solo, Malang, Jakarta dan Bogor. 2. Ikan Pindang, Produksi 2.030,9 ton dengan tujuan Surabaya, Malang dan Banyuwangi. V. Sektor Perikanan Kabupaten Sumenep per tahunnya menhasilkan Ikan, sebesar 50.000 Km2 X 4,58 ton = 229.000 ton per tahun. Potensi lestari perikanan Sumenep :60 % X 229.000 Ton = 137.400 ton. Sedangkan pada tahun 2000 baru termanfaatkan sebesar 26, 32 % daroi potensi lestari. a. Penangkapan Ikan dan budidaya Kerapu : 1.037,30 ton per tahun. b. Ikan layang (pantai Utara madura) sebesar 7,587,30 ton per tahun (tahun 1999). c. Budidaya Rumput Laut sebesar 3.224,70 ton dengan jumlah petani 1.697 orang dan julah rakit 6.721 unit dan jumlah areal budidaya seluas 5.870 ha. Produksi sepanjang tahun. d. Budidaya Mutiara d. Budidaya Ikan Karang , dengan produksi 68.700 ton, tingkat eksploitasi pada tahun 1999 baru 3.595 ton per tahun. e. Budaya Air Payau, dengan produksi 2,5 ton .hektar/musim tanam, dari 250 hektar yang baru terkelola, padahal areal seluruhnya seluas 1.723,41 Ha. VI. Sektor Pertambangan Sumenep: 1.Gas Bumi (Pegerungan, Giligenting dll. 2.Batu Gunung 250 Ha. 3.Pasir 155 Ha. 4.Phospat 323 Ha. 5.Batu Kapur 2.802 Ha. 6.Dolomit 1.854 Ha. 7.Pasir Kuarsa 2.432 Ha. 8.Tanah Urug 25 Ha. 9.Pasir Krikil 38 Ha. 10.Batu Pasir Urug 50 Ha. 11.Pasir pasang 40 Ha. VII. Sektor/potensi pertanian : Padi 25.290 ha Prod.127.132,80 ton per tahun. Jagung 162.570 Ha prod.284.387,30 ton/ thn. Ubi Kayu 19.983 Ha. Prod. 235.799,40 ton/thn. Ubi Jalar 246 Ha prod. 1.193,10 ton per tahun Kedel 9.224 Ha Prod. 14.758 ton pertahun. Kacang Tanah 6.727 Ha prod. 10.758,40 ton/thn Kacang Hijau 14.593 Ha prod. 11.674,40 ton per tahun. Sorghum 70 Ha prod. 52.50 Ton per tahun. Sayur Mayur 10.720 Ha Prod. 39.459 ton pertahun Buah-Buahan 664.794 Ha Prod. 231.512 ton per tahun.
( Sumber : Litbang Ormas FKLMJ) CATATAN : Data Kekayaan Alam Kab. Pemakasan, Sampang dan Bangkalan, masih dalam proses.

Madura UNGGULI TIGA PROVINSI

Untuk diketahui, perbandingan Madura dengan sejunmlah provinsi baru di Indonesia didasarkan pada Pasal 5 ayat (4) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pasal tersebut mengatakan, Syarat teknis sebagai faktor pembentukan daerah (baru) mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah. Pertahanan, keamanan dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
Perbandingan Madura dengan Provinsi Gorontalo, Kepualuan Riau dan bangka Belitung, berdasar adanya kesamaan geografis sama-sama kepulauan.


Madura Kaya Potensi Alam

Bicara potensi yang mendukung kelayakan Madura, mengavu pada apa yang dikatakan Muh. Syarif, dosen FE Unijoyo, sebelumnya, di Madura ada banyak potensi alam (SDA) yang selama ini masih belum dipetakan secara kongkret. Di lepas utara Pantai Bangkalan, sudah ada perusahaan pengeboran minyak PT Kodeco. Pulau Pagerungan Besar, Kabupaten Sumenep, menurut pengakuan orang yangbekerja di Migas Pagerungan dalam setahunnya menghasilkan Rp. 4 Triliun. Namun angka ini sampai saat ini tidak diberitahukan secara transparan kepada masyarakat Madura. Migas Pagerungan tersebut menghasilkan 11,74 juta barel minyak dan kondensat serta 947 miliar kaki kubik (BCF) gas.
"Tapi, belum ada manfaat hasil Migas itu yang masuk ke kas Pemkab Sumenep. Yang masuk ke kas daerah hanya penerimaan langsung pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp 6 miliar per tahun,' kata Muh. Syarif. Selain Migas, Madura memiliki fosfat, pasir kuarsa, dolomit, kapur, dan lain-lain yang sebagian di antaranya sudah dieksploitasi. Konon, berdasar pantauan satelit AS, Pulau Madura juga mengandung uranium, besi, serta emas. Karena itu, wajar banyak negara asing yang berminat berinvestasi di Madura dan bersemangat membantu pembangunan Jembatan Suramadu. Sebab, mereka tahu, Madura mengandung banyak potensi alam.


Manfaat Madura Menjadi Provinsi

Pertanyaan yang kerap mengemuka dikalangan masyarakat Madura, berkaitan dengan apa manfaat, bila Madura menjadi provinsi? Secara pasti Madura akan memiliki DIPA sendiri, dan mengatur DAU kepada seluruh kabupaten yang ada di Madura. Seperti dilansir harian nasional (3/01/06), Jawa Timur mendapatkan kucuran dana triliunan rupiah dari pemerintah pusat (Dari APBN) untuk pos dana alokasi umum (DAU) dan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA). Jika ditotal, jumlahnya mencapai Rp 29,3 triliun. Dana Rp 29,3 triliun itu dibagi menjadi Rp 13,1 triliun untuk DIPA dan Rp 16,6 triliun untuk DAU. DIPA terdiri atas alokasi dana sektoral, dekonsentrasi, maupun tugas pembantuan. DAU untuk pemprov dan Pemkab/pemkot se-Jatim digerojok Rp 16,6 triliun. Meski demikian, Nuruddin A.R, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jatim, menilai dari segi pendapatan, di antara empat kabupaten di Madura, Bangkalan merupakan wilayah yang mempunyai PAD yang relatif kecil, yaitu sekitar Rp 4 miliar. Yang lebih parah adalah PAD Sampang yang hanya sekitar Rp 2,5 miliar. Namun, DAU Bangkalan dibandingkan tiga kabupaten lainnya justru yang terkecil, sekitar Rp 178,4 miliar. Itu sangat timpang dengan total PAD keempat kabupaten tersebut yang hanya sekitar Rp 20 miliar.
Hal ini, tentu tidak akan terjadi kalau 80 persen hasil eksploitasi Migas di Madura tersebut kembali ke daerah, Madura akan menjadi provinsi kaya. Jika gas bumi 94,7 miliar kaki kubik (BCF) yang dihasilkan Blok Kangean, 10 persen saja masuk ke Madura, bukan tak mustahil Madura akan mengalahkan Surabaya. Hal senada dikatakan Moh. Toha, tokoh muda Madura. Menurutnya, selama ini, hasil SDA yang disedot ke pusat itu mencapai 80 persen. "Yang 20 persen kembali ke Jatim. Madura hanya menunggu pembagian dari Jatim yang hanya 20 persen tersebut. Artinya, Madura tak sepenuhnya menerima yang 20 persen itu. Makanya, kalau belum menjadi provinsi, wilayah Madura akan sulit berkembang. Sejatinya, dengan Madura menjadi provinsi alokasi anggaran dari APBN kepada Madura akan lebih besar (berbentuk DIPA), ketimbang tetap menjadi bayang-bayang Provinsi Jawa Timur," kata Moh. Toha.
(*Tim Suara Daerah).

Janji Angkat Potensi MIgas di Sumenep

Hari terakhir kampanye cagub-cawagub Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono di Madura kemarin (17/7) dilakukan di Sumenep. Tepatnya di GOR A. Yani. Hadir ribuan warga yang memadati acara kampanye terbuka itu.

Kepada ribuan pendukungnya, Khofifah menyatakan, potensi sumber daya alam (SDA), terutama migas, di Kabupaten Sumenep sangat besar. Namun, SDA tersebut masih perlu pengelolaan yang baik. Jika dipercaya sebagai pemimpin di Jatim dalam pilgub 23 Juli mendatang, dia akan berupaya memaksimalkan potensi migas itu. ''Untuk mengelola migas tersebut, perlu pemimpin yang bersih dan berpihak kepada masyarakat,'' ujarnya.

Dengan demikian, kata dia, hasil yang didapatkan dari migas itu bisa dimanfaatkan untuk masyarakat.

Untuk pembangunan ekonomi Madura pasca-Jembatan Suramadu, menurut dia, Madura akan berhadapan dengan industrialisasi. Karena itu, perlu ada peningkatan sumber daya manusia (SDM) masyarakat Madura, sehingga masyarakat Madura tidak ditinggalkan.

Selain itu, dia mengharapkan orang Madura yang sukses di luar Madura tidak tinggal diam atas pembangunan di daerahnya. ''Minimal ada network (hubungan) untuk ikut membantu masyarakat Madura,'' tegasnya.

Sementara itu, Mudjiono menyempatkan diri mengunjungi Pasar Anom, Kota Sumenep, di Jalan Trunojoyo. Mudjiono yang didampingi istrinya, Nuroniyah, blusukan masuk ke dalam pasar. (zr/jpnn/kum)

Sumber: Jawa Pos, Jum'at, 18 Juli 2008

Peran Kepemimpinan Informal, untuk wujudkan Provinsi Madura.

DI Saat melakukan penelitian tentang tokoh informal di Madura, sebagian besar para akademisi selalu memiliki kesimpulan yang tunggal, yakni para kiai atau tokoh agamalah yang memiliki pengaruh dominan sebagai informal leader di Madura. Kesimpulan itu memang tidak salah, namun tidak cukup lengkap.

Saat melakukan penelitan untuk tesis master di UGM, saya menemukan temuan baru dalam konteks kajian akademis-meskipun bagi orang Madura sendiri bukan hal yang baru-bahwa tidak hanya kiai yang menjadi bagian penting bagi elite masyarakat pedesaan, informal leader yang signifikan, tapi juga para blater. Blater adalah elite pedesaan yang memiliki social origin dan tradisi yang berbeda dengan kultur kiai. Bila kiai dibesarkan di dalam kultur keagamaan, sedangkan blater dibesarkan dalam kultur jagoanisme, dekat dengan ritus kekerasan. Bila kiai dekat dengan tradisi tahlilan dan pengajian, maka blater dengan dengan tradisi sandur, remoh dan kerapan sapi. (Rozaki:2004).

Memang istilah blater hanya popluer di Madura bagian barat (Bangkalan dan Sampang). Sedangkan di Madura bagian timur (Pamekasan dan Sumenep) lebih populer dengan sebutan bajingan. Dari sekian banyak elite jagoan yang saya wawancarai, kesimpulan yang dapat dipetik, ternyata ada tingkatan dan kelas tersendiri yang membedakan pengertian bajingan dengan blater. Potret bajingan lebih kental bermain pada dunia hitam dan memiliki perangai yang kasar dan keras. Sedangkan blater sekalipun dekat dengan kultur kekerasan dan dunia hitam, namun perangai yang dibangun lebih lembut, halus dan memiliki keadaban. Di kalangan mereka sendiri dalam mempersepsikan diri, blater adalah bajingan yang sudah naik kelas atau naik tingkat sosialnya.

Untuk menyebut informal leader selain kiai, saya lebih senang mempopulerkan istilah blater dibandingkan bajingan. Bahasa blater adalah khas Madura yang tidak ditemukan di berbagai daerah lainnya bila menyebut sosok istilah jagoan. Bila di Banten ada jawara, Betawi ada jagoan, maka di Madura ada blater. Sedangkan istilah bajingan hampir ditemukan di banyak tempat, khususnya di Jawa.

Proses waktu memberikan gambaran pada kita bahwasannya komunitas blater sudah menjadi fakta sosial (social fact) yang tidak dapat dibantah. Sekalipun Islam mendominasi percaturan sosial politik, ekonomi, dan budaya di Madura , tetapi dalam perkembangan Islam di masyarakat kenyataannya tidak saja melahirkan elite kiai semata, namun tumbuh kultur lain yang selalu beririsan antara dialektika Islam dan adat atau kebiasaan lokal yang embrionya tumbuh sebelum Islam populer di Madura. Tradisi carok dan kerapan sapi embrionya sebenarnya berasal dari kultur adat atau tradisi lokal Madura . Kedua tradisi ini sampai saat ini kalau dikritisi menjelaskan masih adanya ketegangan simbolik antara kultur Islam dengan kebiasaan lokal. Namun, ketegangan ini diselesaikan dengan secara "sinkretis", yakni keduanya diakomodasi sebagai nilai kemaduraan.

Sudah waktunya kini orang Madura merefleksikan ulang, carok yang seperti apakah yang ’islami’ dan ’kafiri’ agar tidak terjadi gebyah uyah seolah membunuh orang itu dilegalisasi oleh adat dan tradisi bahkan Islam. Terlebih kalau didialogkan dengan hukum bernegara di Indonesia.

Ranah Sosial Kiai dan Blater

Melihat perkembangan sosial budaya peran kiai dan blater ini menarik untuk terus dicermati. Bila kiai di masa lalu sebatas menjadi elite di masyarakat pedesaan, untuk konteks Madura pasca reformasi, kini kiai juga menjadi bagian penting dari elite perkotaan, karena posisi kekuasaan formal yang kini disandangnya. Banyak kiai yang duduk di jabatan formal, baik sebagai bupati dan anggota dewan. Jadi dalam perkembangan sekarang, ada dua pilah kiai, yakni mereka yang benar-benar murni sebagai informal leader. Meminjam istilah terbaru Gus Dur, yakni kiai kampung. Kiai kampung adalah kiai yang sangat dekat dengan aktifitas keseharian rakyat, jauh dari politik kekuasaan. Sedangkan kiai politik menempel di kekuasaan.

Peran kiai politik sebagai informal leader bergeser menjadi pemimpin formal (formal leader). Kiai kampung konsisten berada di jalur kultural sedangkan kiai politik berada di jalur struktural. Perkembangan ini sebenarnya sesuatu yang wajar saja dalam alam berdemokrasi.

Permasalahannya adalah bila kiai politik ini gagal menjalankan politik pemerintahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat , maka akankah nasib komunitas kiai akan serupa dengan nasib para kaum priyayi di Madura yang mengalami kebangkrutan kultural dan struktural menjelang akhir abad 19? (Mansoornor:1995). Saat itu kaum priyayi memegang kendali kekuasaan formal di Madura , birokrasi dikuasai dan dikendalikan para priyayi. Tapi jabatan yang diemban tidak untuk membuat masyarakat sejahtera malah sengsara sehingga rakyat lebih cinta pada kiai yang posisinya kala itu sebagai informal leader. Sejarah akan menguji akankah nasib kiai akan sama dengan para priyayi? Para kialah yang dapat menjawabnya.

Lalu bagaimana dengan komunitas blater? Kaum blater masih dominan di posisi sebagai elite pedesaan, belum merangkak secara cepat layaknya kiai yang begitu eksis dan tampil dominan sebagai elite perkotaan. Blater sebagai orang kuat di desa masih tampil cukup dominan. Di pedesaan, komunitas blater masih memainkan peran sebagai broker keamanan dalam interaksi ekonomi dan sosial politik. Selain itu, tak sedikit yang bermain di dua kaki, selain sebagai broker keamanan juga sebagai tokoh formal, yakni menjadi state apparatus dengan cara menjadi klebun (kepala desa). Di banyak tempat di pedesaan Madura , tak sedikit klebun desa berasal dari komunitas blater atau dipegaruhi oleh politik perblateran.

Jebakan Krisis

Tanda-tanda adanya krisis di kalangan informal leader di Madura mulai tampak ke permukaan. Ironisnya, justru terjadi di era reformasi. Padahal, di era ini terdapat nilai desentralisasi dan otonomi daerah yang orientasinya mendekatkan negara terhadap masyarakatnya melalui kebijakan pemerintahan yang partisipatif, akomodatif terhadap aspirasi masyarakat sehingga kebijakan daerah berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat . Pendapatan ekonomi masyarakat meningkat. Akses pendidikan, kesehatan, perumahan dan pekerjaan menjadi semakin mudah dan murah.

Ada kecenderungan praktik desentralisasi dan otonomi daerah justru semakin meningkatkan beban dan biaya hidup masyarakat. Kebutuhan pokok terus meningkat naik tanpa disertai pendapatan rakyat yang meningkat pula. Berbeda balik dengan para pejabat formal yang terus menaik pendapatannya. Kini ada jurang yang semakin lebar antara masyarakat dengan elitenya, baik formal leader ataupun informal leader.

Visi kepemimpinan mereka kini tak lagi berorietasi ke bawah, tapi terus menjulang ke atas menggapai impian diri, bukan mewujudkan impian rakyatnya. Bila kondisi ini terus memburuk, maka tidak menutup kemungkinan trust masyarakat yang dulunya tinggi terhadap kiai secara berlahan akan melemah. Bila laju politik dan sosial ekonomi pemerintahan tak lagi membela dan melindungi masyarakat , tokoh informal yang selama ini diandalkan tak lagi menemaninya. Kemana lagi rakyat harus mencari pemimpin yang dapat mengayominya? Akankah ’ratu adil’ itu akan datang? Dari mana ratu adil itu akan berasal? Jawabannya, ratu adil itu kini harus dicari di dalam kalbu dan inisiatif rakyat sendiri untuk memulai langkah baru yang kritis, inovatif mendorong perubahan ke arah yang lebih baik. Wallahua’lam bissowab.

Penulis: Abdur Rozaki, dosen di UIN Jogjakarta

Implementasi Lapter Trunojoyo

Sumenep, Surya - Setelah Jember dan Banyuwangi, ada lagi lapter perintis yang tengah dirancang di Jatim, yakni Lapter Trunojoyo dan Lapter Pagerungan di Sumenep. Rencananya, kedua lapter terakhir sudah bisa beroperasi tahun 2007. Bagaimana nasib dua lapter ini, berikut laporannya.

Sama dengan warga Jember dan Banyuwangi, warga Madura juga bermimpi memiliki sarana tranportasi alternatif yang lebih cepat dan murah. Mimpi ini memang tengah direalisasi, dengan merancang Lapangan Terbang (Lapter) Trunojoyo dan Lapter Pagerungan Besar di Sumenep.


Awal tahun 2007 ini, sejumlah maskapai dikabarkan mulai melirik dua lapter perintis di Madura ini. Mereka antara lain Pelita Air, Merpati, Riau Airland, dan Susi Airland.


Para calon investor tertarik terhadap kedua lapter ini karena Madura memiliki sedikitnya 22 kontraktor production sharing (KPS) di bidang minyak dan gas.
Para kontraktor dan karyawannya yang berada di pulau-pulau kecil sekitar Madura merupakan pasar perusahaan penerbangan.


Lapter Trunojoyo dirancang berada di Desa Marengan, Kecamatan Kalianget. Desa ini berbatasan dengan Desa Pabian, Kecamatan Kota Sumenep. Saat ini, di Marengan sudah ada landasan pesawat yang kerap dipakai mendarat pesawat-pesawat jenis helikopter maupun pesawat kecil lainnya. Landasan itu dibangun sekitar tahun 1974-an.
Kunjungan-kunjungan pejabat negara yang menggunakan pesawat terbang, bahkan kerap menggunakan lahan di Marengan ini sebagai landasan landing maupun take off pesawat.
Begitu pula di Desa Pagerungan, Kecamatan Sapeken, Sumenep. Di Pulau Pagerungan ini sudah ada landasan udara milik PT Energi Mega Persada (EMP) Kangean Limited. Selama ini, landasan di base camp PT EMP telah digunakan sendiri oleh karyawan perusahaan.


"Saat ini mobilisasi para pekerja, terutama kalangan ekspatriat, di KPS-KPS itu menggunakan pesawat sewaan. Tentu saja, cost mereka jauh lebih besar dibanding jika di Madura sini sudah ada penerbangan umum," ujar Kadis Perhubungan Sumenep Drs H Achmad Aminullah, Jumat (2/2).


Oleh karena itu, keberadaan lapangan terbang yang memenuhi syarat untuk jalur penerbangan udara sangat dibutuhkan, kendati besarnya tidak harus sama dengan bandara internasional. "Melihat masih terbatasnya pasar dan kondisi lapter yang tengah dibangun, maka mungkin hanya pesawat jenis tertentu yang dapat mendarat," papar Aminullah. Jenis pesawat yang mungkin cocok untuk dua lapter di Madura ini adalah Twin Otter, Casa 212, atau pesawat ringan Britten-Norman, yang berkapasitas tidak lebih dari 20 penumpang.


Pemkab Sumenep, lanjut Aminullah, telah menangkap dengan baik peluang membangun dua lapter perintis itu. Berbagai upaya pembenahan untuk menjadikan Lapter Trunojoyo layak dilalui jalur penerbangan udara telah dilakukan, antara lain dengan menganggarkan dana APBD 2006 sebesar sekitar Rp 2,8 miliar.


Tak hanya itu. Demi terwujudnya impian memiliki lapter perintis, pemkab juga sudah menjalin kerja sama dengan TNI-AL dan LKPM Unibraw Malang. Itu sebabnya, sejak akhir 2006 berbagai sarana vital lapter telah dikerjakan, meski hingga kini belum rampung sepenuhnya.


Beberapa item bangunan yang sedang dalam proses pembenahan adalah runway (landasan pacu) dan tempat parkir. Selain itu, tahun 2007 juga akan dibangun tower dan diadakan alat-alat navigasi serta komunikasi udara.


"Sesuai maket, kami masih akan membangun landasan baru yang lokasinya di samping runway Lapter Trunojoyo saat ini. Sedangkan landasan lama akan dijadikan take way (landasan pacu lambat)," terang Aminullah.


Dihentikan


Pembangunan runway Lapter Trunojoyo yang dimulai sejak Oktober 2006 sempat terhenti sejenak. Ini terkait temuan yang menyatakan pengerjaan bangunan tidak sesuai dengan bestek. Menurut Aminullah, pembangunan dihentikan setelah pihak Dishub Sumenep menerima laporan dari konsultan pengawas bahwa ada sebagian pekerjaan yang tidak sesuai dengan rencana. Ini terkait kualitas hotmix landasan.


Mendapat laporan itu, pihak Dishub bersama konsultan pengawas dan Dinas Teknis PU Binamarga Sumenep mendatangi lokasi proyek. Lewat surat tertanggal 12 Januari 2007 yang ditujukan kepada PT Sumber Muda Jaya, Dishub menghentikan pengerjaan proyek sambil menunggu hasil tes laboratorium.


"Jika dalam uji laboratorium terbukti bahwa hotmix tidak sesuai bestek, maka kami akan meminta PT Sumber Muda Jaya untuk memperbaikinya," tandas Aminullah.
Direktur PT Sumber Muda Jaya Abdul Rozaq saat ditemui dalam sidak mengaku siap memperbaikinya, jika proyek tidak sesuai bestek. Pembangunan ranway Lapter Trunojoyo sepanjang 850 meter menelan anggaran Rp 1,6 miliar.


Cocok untuk Bisnis


Anggota Panggar DPRD Sumenep Malik Effendi SH menyambut baik terobosan Pemprov Jatim -- yang didukung Pemkab Sumenep -- untuk mengoperasikan Lapter Trunojoyo.
"Lapter ini diprediksi bisa membantu meringankan biaya transportasi, karena biaya yang dikeluarkan untuk transporasi darat justru lebih mahal," ujar Malik, Jumat (2/3).


Perjalanan udara, katanya, juga lebih hemat waktu. Para pebisnis akan lebih mudah dan cepat bertransaksi. "Intinya, mereka pasti memilih jalur ini, karena lebih menguntungkan," tambahnya. Lebih dari itu, keberadaan Lapter Trunojoyo, juga akan membuka peluang pengembangan obyek-obyek wisata di Madura, terutama pasca pembangunan jembatan Suramadu.


Cita-cita membangun Sumenep sebagai kota wisata akan semakin gampang terwujud, jika di Madura ada lapter. "Link wisata dengan obyek-obyek wisata lain di Jatim akan lebih mudah dijalin jika ada lapter," paparnya. Hanya saja, tambah Malik, Sumenep perlu betul-betul mempersiapkan sarana dan prasarana bagi beroperasinya Lapter Trunojoyo.


Penyelesaiannya Bakal Molor


Kendati pemprov menargetkan tahun 2007 ini lapter di Madura, terutama Lapter Trunojoyo, bisa rampung, namun dalam praktik dipastikan molor. "Hingga kini keberadaan sarana dan prasarana kelengkapan lapter masih belum ada. Bahkan, penggarapan runway masih baru mulai," ungkap Ketua Komisi C DPRD Sumenep Drs Achmad Hanafi, Jumat (2/3).


Menurut Hanafi, kendati runway atau landasan pacu bisa dimungkinkan dapat diselesaikan tahun 2007, tetapi sejumlah peralatan penunjang untuk sebuah lapter sederhana pun masih belum ada. Karenanya, sangat kecil kemungkinan Lapter Trunojoyo bisa dioperasikan sesuai rencana. "Mestinya, sarana penunjang seperti alat komunikasi dan menara pengawas, sudah ada. Kalau sekarang yang ada hanya runway ya nggak mungkin-lah," ungkap Hanafi.


Lapter Trunojoyo, lanjutnya, mungkin baru bisa dioperasionalkan tahun 2008. Tetapi, itu pun masih perkiraan. Sebab, jika pengerjaan proyeknya belum juga selesai taun 2007, maka mungkin bisa molor lagi hingga tahun berikut. Apalagi, rencana bantuan dana pembangunan Lapter Trunojoyo dari pemprov sebesar Rp 600 juta hingga kini belum ada kepastiannya kapan cair. "Khusus masalah hotmix runway yang sempat dihentikan karena tidak tidak sesuai bestek, sekarang sudah tidak ada masalah lagi, sudah jalan," tuturnya.


Sebelum dioperasikan, kata Hanafi, lapter akan disurvei Dirjen Perhubungan untuk menentukan layak-tidaknya beroperasi, terutama menyangkut keselamatan penumpang dan maskapai penerbangan yang akan beroperasi. "Kalau maskapainya, itu sangat mudah, bahkan sudah banyak yang antre," tuturnya. Hanafi berharap, pihak Pemprov Jatim maupun Pemkab Sumenep serius menyelesaikan proyek itu. (st2)